Tuesday, January 20, 2009

Some Days On Earth - Episode 1

A JOURNEY TO THE PAST

“Suatu hari nanti kau akan tumbuh menjadi perempuan dewasa yang saaangat cantik—tentu saja jauh lebih cantik dari sekarang ini, Deianira. Dan ketika saat itu tiba, kau akan meneruskan perjuangan ibu menghapus semua kesalahan dan kesedihan yang pernah terjadi di Bumi,” ujar Ibu Deianira penuh senyum.

Ibu Deianira lalu melepas medalinya yang terbuat dari logam terkeras, terkuat, dan teringan di planet tempat tinggalnya, Zenobia, lalu mengalungkannya di leher anaknya, Deianira, yang berumur sembilan tahun.

“Apa ini, Ibu?” tanya Deianira tersenyum sambil memandangi medali ibunya yang unik itu.

“Itu adalah medali Perempuan Ksatria, Nak,” jawab Ibu Deianira. “Kelak kau akan menjadi Perempuan Ksatria terbaik yang pernah lahir di dunia ini dan bisa menyelesaikan semua kewajiban kita hingga akhirnya kita semua bisa kembali ke surga!”

Deianira pun tersenyum dan menggenggam medali ibunya dengan erat sambil memeluk ibunya.

“Terima kasih, Ibu!”

Saat berikutnya Deianira merasa sesuatu menyedotnya ke jurang yang sangat dalam dan gelap di mana Deianira tidak bisa melihat apa-apa. Tiba-tiba ia lalu mendarat di suatu medan perang di Bumi dan menyaksikan ibunya tertembak tepat di dada.

Deianira bisa melihat peluru itu menembus pakaian dan kulit ibunya hingga ibunya tewas. Ia bahkan bisa mendengar degup jantung terakhir ibunya sebelum jantung itu pecah terkena peluru. Ia juga bisa merasakan bagaimana sakit yang dirasakan ibunya di dadanya.

Saat berikutnya Deianira merasakan nyeri yang luar biasa di kepala bagian belakangnya hingga ia terbangun dari tidurnya dengan tidak nyaman.

Aku bermimpi lagi, pikir Deianira dalam hati sambil mengusap keringat di keningnya. Ya Tuhan… kenapa mimpi itu tidak pernah bisa pergi dari tidurku…?

Deianira lalu bangkit dari ranjangnya dan keluar dari kamarnya sambil menahan tangis. Ia lalu berjalan menyusuri rumahnya yang besar dan megah dan masuk ke kamar ibunya. Selama beberapa detik Deianira memandangi seluruh isi kamar ibunya dari pintu. Tak lama kemudian ia keluar kembali dan menutup pintu kamar ibunya rapat-rapat.

Deianira ingin sekali mengunci kamar itu dan menelan kuncinya agar ia tidak bisa membukanya lagi, tetapi ia tidak sanggup kalau harus tidak melihat kamar itu lagi untuk selama-lamanya. Kamar di mana ia ditimang ibunya hingga ia tertidur, di mana ia dimanja ibunya hingga rasanya waktu tidak akan pernah berakhir dan tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka berdua. Kamar yang ingin ia lupakan.

* * *

ZENOBIA, 2710
Pagi itu Deianira melangkah memasuki basis mesin waktunya dengan gontai. Mimpi tentang ibunya terus terngiang di pikirannya dan menghantui tidurnya setiap malam.

“Hai, Dei,” sapa seorang gadis hitam manis yang muncul entah dari mana.

“Kamu, Dre,” jawab Deianira benar-benar kaget.

“Jangan bilang barusan kau kaget,” ujar Deirdre memastikan.

Deianira tidak menjawab. Pikirannya sudah kembali pada mimpi tentang ibunya lagi.

“Hei,” tegur Deirdre lagi, kali ini hati-hati penuh simpati. “Kau bermimpi lagi ya tadi malam?”

“Begitulah.”

“Mimpi yang sama?”

“Persis.”

“Tapi kau tidak berpikir yang aneh-aneh lagi kan?”

“Seperti?”

“Kembali ke Surga pada masa Adam masih di sana sebelum ia memakan buah khuldi?”

“Aku hanya berpikir, Dre,” ujar Deianira sambil tersenyum memastikan bahwa ia tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri ataupun orang lain.

“Bagus kalau begitu,” ucap Deirdre juga tersenyum.

Deianira dan Deirdre bersama-sama melewati mesin-mesin waktu semua temannya yang berbentuk beraneka ragam kotak telepon umum yang sesuai dengan tempat dan masa tujuan mereka. Dan setelah jauh mereka berjalan di dalam basis mesin waktu menemukan mesin waktu telepon umumnya bertuliskan:

Νεξτ Δεστινατιον
Πλανετ : Εαρτη
Χοντινεντ : Ασια
Νατιον : Ινδονεσια
Χιτψ : ϑακαρτα
Δατε : 2007, Μαρχη 20
Ταργετ : ϑακα Αρταδιανσψαη ∀Σομε Δαψσ ον Εαρτη∀
Πριοριτψ Λεϖελ : Ονε


“Tujuan Berikutnya
Planet : Bumi
Benua : Asia
Negara : Indonesia
Kota : Jakarta
Tanggal : 20 Maret 2007
Target : Jaka Artadiansyah 'Some Days on Earth'
Level Prioritas : Satu”

“’Some Days on Earth’…” Deianira bergumam, “Sepertinya aku pernah dengar….”

“Oh ya? Di mana?” tanya Dierdre.

“Entahlah…,” jawab Deianira sambil berpikir, berusaha mengingat di mana iya pernah membaca judul itu.

Tidak terlalu menghiraukan judul Some Days on Earth, Deirdre pun langsung mulai menyiapkan semua peralatan standar kembali-ke-masa-lalunya.

“Dei, kau akan diam saja atau membantuku menyiapkan perlengkapan standar kita?” tegur Deirdre melihat Deianira tidak bergerak dan masih tampak berpikir.

“Oh, sorry,” ucap Deianira.

Deianira pun menghentikan pikirannya sejenak tentang judul Some Days on Earth itu dan membantu Deirdre menyiapkan peralatan standar kembali-ke-masa-lalu mereka.

Peralatan standar Ksatria Zenobia untuk adalah peralatan-peralatan utama untuk bertahan hidup di tempat tujuan. Peralatan standar yang pertama adalah sampel mata uang seluruh negara di Bumi yang pernah ada dari masa ke masa, dan moneta transcribere—alat untuk menduplikasi uang secara legal. Moneta transcribere bahkan bisa mencetak uang dengan nomor yang berseri. Memang itu berarti akan terdapat dua uang yang nomor serinya sama, tetapi mengingat di Bumi ada ribuan, bahkan jutaan lembar uang dengan berbagai pecahan, kemungkinan untuk manusia Bumi bisa menemukan dua uang yang bernomor seri sama itu kecil sekali, dan pada dasarnya tidak akan ada yang peduli.

Semua Ksatria diwajibkan membawa sampel mata uang seluruh negara di Bumi yang pernah ada dari masa ke masa dan moneta transcribere ini untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk bila mereka tersesat, tidak mendarat di tempat dan masa sesuai tujuan, mereka tetap akan bisa memenuhi kebutuhan hidup di tempat mendarat dengan uang duplikasi.

Yang kedua adalah lingua translatiore. Lingua translatiore adalah alat untuk memahami semua bahasa yang pernah ada di universe sampai alat itu dibuat. Alat itu bekerja dengan cara mengolah bahasa asing yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa yang dimengerti oleh pengguna translatiore, termasuk di dalamnya berbagai bahasa manusia Bumi dan bahasa Zenobia.

Lingua translatiore terdiri atas satu set penerjemah input dan satu set penerjemah output. Set penerjemah input terdiri dari sepasang mini earphone tanpa kabel yang dikenakan di telinga untuk menerjemahkan bahasa asing yang didengar, dan kacamata atau contact lense untuk menerjemahkan bahasa asing yang dibaca. Set penerjemah output terdiri dari satu chip kecil yang dipasang di bawah lidah—seperti orang Bumi memasang anting di lidah—untuk menerjemahkan bahasa pengguna menjadi bahasa asing yang akan diucapkan, dan sepasang glove bening yang akan menyatu dengan tangan hingga tak terlihat untuk menerjemahkan bahasa pengguna menjadi bahasa asing yang akan ditulis.

Sebenarnya ada set lingua translatiore yang jauh lebih praktis, yakni satu special chip. Set input maupun output sudah lengkap di dalam special chip itu. Namun tidak banyak ksatria yang memilih menggunakan special chip itu karena special chip itu ditanam di otak. Risiko menggunakan special chip itu adalah begitu satu special chip itu rusak, ksatria pengguna langsung tidak bisa membaca, mendengar, menulis, dan berbicara, dan harus segera menggantinya dengan yang baru, yang berarti otaknya harus dioperasi lagi.
Berikutnya adalah kamera.

“Well, aku sudah memodifikasi kamera kita berdua dengan kacamata input, Dre,” ujar Deianira sambil memperlihatkan kacamata input modifikasinya pada Deirdre. “Tapi kalau kau memilih untuk memakai contact lense-mu dan menggunakan kamera biasa yang besar ini tidak masalah.”

“Aku tidak harus memutuskannya saat ini, kan?” tanya Deirdre.

“Tentu tidak.”

“By the way di mana gambar-gambar yang dipotret dengan kacamata itu disimpan?” tanya Deirdre lagi.

“Di frame-nya.”

“Wow, kau pintar sekali, Dei,” puji Deirdre.

“Jangan bilang kau baru tahu,” ucap Deianira sambil menyengir.

Deianira dan Deirdre pun tertawa.

“Dasar,” gerutu Deirdre.

Perlengkapan standar yang terakhir adalah MacBook, komputer laptop paling canggih yang ada di Zenobia. Di dalamnya terdapat jutaan data mulai dari ensiklopedi, peta semua planet yang ada di Galaksi Bima Sakti maupun Galaksi Dei Gratia, galaksi di mana Planet Zenobia berada, sampai data hal-hal kecil yang sangat informatif seperti lokasi-lokasi penginapan, tempat kos, dan rumah makan yang bisa para ksatria gunakan selama menjalankan misi.

“Kupikir semua peralatan standar sudah lengkap,” kata Deirdre. “Kau siap ke Pusat untuk menyiapkan perlengkapan khusus kita, Dei?”

“Hmmm, bagaimana kalau kita makan siang dulu?” usul Deianira.

“Ide yang bagus,” kata Deirdre. “Aku tidak mau pergi dengan perut kosong.”

Deianira dan Deirdre pun berjalan bersama-sama ke ruang makan.

Sesampainya di ruang makan yang besar itu, Deianira dan Deirdre pun menempati meja yang masih kosong. Tak lama kemudian seorang petugas laki-laki menghampirinya.

“Halo, Diego,” Deirdre lebih dulu menyapa petugas itu.

“Halo, Dre, Dei,” balas Diego. “Mau pesan apa siang ini?”

“Khusus hari ini aku pesan sate kambing,” kata Deirdre. “Biar tekanan darahku tidak drop dalam perjalanan nanti.”

“Kali ini misi kalian di mana?” tanya Diego.

“Kota Jakarta, suatu kota di negara Indonesia di Bumi tahun 2007,” jawab Deirdre.

“Besarkah misi ini?” tanya Diego lagi.

“Hmmm… priority level one,” jawab Deirdre dengan suara perlahan.

“Oh, semoga kalian sukses seperti biasanya ya!”

“Terima kasih, Diego,” ujar Deianira. “Dan aku pesan fish burger, mayonaise-nya jangan terlalu banyak ya. Dan french fries! Tidak bisa hidup tanpa itu, hehe.”

“Oke,” Diego pun mencatat pesanan Deianira dan Deirdre. “Minumnya?”

“Air mineral satu botol,” jawab Deianira.

“Aku juga air mineral satu botol,” jawab Deirdre.

Diego pun mengulang pesanan Deianira dan Deirdre.

“Oke,” jawab Deianira dan Deirdre berbarengan setelah Diego selesai menulang pesanan mereka.

“Ditunggu lima belas menit, ya.”

Dan Diego pun berlalu untuk menyampaikan pesanan mereka pada juru masak di dapur.

Pikiran Deianira kembali pada Some Days on Earth yang berhubungan dengan Jaka Artadiansyah, target mereka selanjutnya. Pikiran Deianira membawanya pada perpustakaan di rumahnya… pada rak buku kategori fiksi… dan Deianira benar-benar ingat di sana ada sebuah buku berjudul Some Days on Earth berwarna abu-abu yang sudah usang.

Tanpa berpikir lagi Deianira pun langsung bangkit dan hendak berlari. Deirdre pun kaget dan langsung menangkap pergelangan tangan Deianira untuk mencegahnya pergi.

“Mau ke mana, Dei?” tanya Deirdre.

“Pulang sebentar!”

“Untuk apa?”

“Nanti kuceritakan!”

“Jangan lama-lama ya, kita berangkat jam dua. Sekarang sudah jam satu dan kita belum makan dan belum ke Pusat,” Deirdre mengingatkan.

“Aku tidak akan lama. Aku hanya mengambil sesuatu dan langsung kembali ke sini,” ucap Deianira.

“Baiklah, hati-hati!”

Deianira pun berlalu. Ia berlari secepat yang ia bisa dan bergegas pulang menaiki mobilnya.

Sesampainya di rumah, Deianira langsung naik ke perpustakaannya dan membuka tirai rak buku fiksinya. Ia pun langsung menemukan buku itu: Some Days on Earth, dengan Jakartadiansyah sebagai pengarangnya.

Deianira memandangi buku itu sesaat. Sampulnya berwarna abu-abu dan sudah sangat usang. Debu yang melapisinya sangat tebal dan Deianira langsung membersihkannya. Seumur hidupnya Deianira belum pernah menyentuh buku itu. Ia tahu ada buku itu di sana karena ia sering membaca buku-buku fiksi yang disimpan di sekitar buku Some Days on Earth itu.

Secara refleks Deianira hendak duduk di meja bacanya dan membaca buku itu, namun begitu ia ingin membuka halaman sampulnya, entah bagaimana ia mendengar suara Deirdre bergema di kepala dan mengingatkannya untuk segera kembali ke Basis. Deianira pun mengurungkan niatnya dan langsung melesat kembali ke Basis.

Sesampainya di ruang makan Basis, Deianira melihat Deirdre sudah sangat gelisah. Sate kambing dan fish burger mereka sudah dibungkus.

“Mengapa tidak kau makan, Dre?” tanya Deianira heran.

“Kau temanku kan? Kita harus makan bersama-sama,” jawab Deirdre. “Ya ampun sudah jam berapa ini?! Ayo kita ke Pusat!”

Tanpa berpikir lagi Deianira dan Deirdre pun ke Pusat membawa sate kambing dan fish burger mereka yang sudah dibungkus, dan Deianira membawa buku Some Days on Earth-nya.

* * *

Perlengkapan khusus adalah perlengkapan selain perlengkapan standar yang diperlukan untuk menjalankan misi kembali ke masa lalu para Ksatria Zenobia. Biasanya perlengkapan khusus ini lebih spesifik, di antaranya pakaian manusia Bumi di tempat tepatnya para ksatria mendarat, penyesuaian warna kulit ksatria dengan warna kulit manusia Bumi di tempat misi mereka, model dan warna rambut, dan hal-hal kecil lain agar di Bumi para ksatria itu tidak menjadi “orang asing”.

Dalam misi kali ini, Deianira dan Deirdre memakai pakaian manusia Bumi kota Jakarta tahun 2007. Deianira sangat perlu menggelapkan warna kulit dan warna rambutnya, tetapi ia tidak perlu mengubah model rambutnya yang sangat sederhana—lurus panjang tergerai sepunggung yang sering kali hanya ia ikat ekor kuda. Deirdre tidak lagi perlu menggelapkan warna kulitnya karena sudah menyerupai manusia-manusia di Jakarta tahun 2007, tetapi ia perlu mengubah model dan warna rambutnya yang untuk ukuran manusia Bumi di Jakarta agak nyentrik—pendek dan belakangnya diblow keluar seperti bokong bebek, tetapi poninya panjang sampai dagu dan berwarna putih. Singkatnya model rambut Deirdre mirip kartun Dokter Black Jack, dokter bedah tanpa izin praktek yang biaya operasinya selangit itu—menjadi yang “biasa-biasa saja”.

“Ya Tuhan, lihat betapa ‘biasa’-nya aku, Dei!” seru Deirdre yang agak syok setelah rambutnya ditata menjadi seperti rambut bob Dian Sastro.

“Memang sederhana sih, Dre,” Deianira setuju.

“Sederhana?! Ini bukan sederhana tetapi antik, Dei!” Deirdre tampak tertekan.

“Tetapi kau manis sekali dengan rambut seperti itu!” ujar Deianira sejujur-jujurnya.

“Jadi selama ini dengan model rambut Dokter Black Jack-ku aku tidak manis?” tanya Deirdre sedih. “Padahal kan itu keren sekali. Jambulnya putih seperti uban tapi sebenarnya bukan.”

“Aku tidak bilang begitu kok. Aku bilang dengan rambut bob ini kau manis sekali. Selama ini kau hanya manis saja, hehe,” tutur Deianira. “Bagaimana menurutmu aku dengan warna kulit dan rambut seperti ini?”

Deirdre pun memgamati Deianira yang sekarang warna kulit dan rambutnya sama sepertinya, gelap, dari ujung rambut sampai ujung kaki lekat-lekat hingga Deianira pun jadi agak takut melihat Deirdre seserius itu.

“Lupakan saja lah, Dre,” ujar Deianira buru-buru.

Deirdre masih memelototi Deianira dalam diam.

“Hmmm, cantik!” puji Deirdre akhirnya.

“Terima kasih!” Deianira senang sekali.

“Tapi bohong!” celetuk Deirdre jahil.

Deianira langsung cemberut.

“Aku bercanda, Dei. Kau cantik betulan, kok,” kata Deirdre sungguh-sungguh. “Kau juga lebih cantik seperti itu, hehe. Tidak pucat.”

Naluri perempuan berusia tujuh belas tahun, Deianira dan Deirdre tidak bisa berhenti memandangi bayangan “The New Deianira and Deirdre” di cermin. Dan ketika alarm di jam tangan mereka berbunyi, Deianira dan Deirdre pun meninggalkan cermin dan bayangan mereka di cermin dengan enggan dan terpaksa.

“It’s time to go,” ucap Deianira dengan berat hati.

Deianira dan Deirdre pun menghadap Ratu untuk menerima spesifikasi misi mereka. Ratu adalah pemimpin para Ksatria. Ratu mempunyai wibawa yang sangat kuat. Tidak semua Ksatria dapat bertatap muka secara langsung dengan Ratu. Hanya Ksatria level lima yang dapat bertatap muka secara langsung dengan Ratu. Deianira dan Deirdre adalah Ksatria level empat.

“Hidup adalah dapat berpikir dan bergerak secara aktif. Hidup bukanlah tewas dan hidup bukanlah hidup pada stase vegetatif,” jelas Ratu dari surround speaker dalam ruangan itu. Suaranya begitu berwibawa dan kalimat-kalimatnya begitu filosofis.

“Jaka Artadiansyah memegang kunci penyempurnaan Kode Ksatria dan Perjalanan Waktu di Zenobia yang memungkinkan sesuatu yang tabu untuk dilakukan menjadi tidak tabu untuk dilakukan. Jaka Artadiansyah memegang jawaban atas segala keraguan yang terkandung dalam Kode Ksatria dan Perjalanan Waktu di Zenobia.

“Jaka Artadiansyah akan melewati tiga peristiwa antara hidup dan mati, satu kali pada tahun keenam belas lama hidupnya, dua kali pada tahun ketujuh belas lama hidupnya.

“Misi kalian adalah menjaga Jaka Artadiansyah tetap hidup sampai tahun kedelapan belas lama hidupnya, dengan cara apapun, yang tidak bertentangan dengan Kode Ksatria dan Perjalanan Waktu di Zenobia saat ini.

“Dengan keberhasilan kalian, biarlah kuangkat kalian menjadi Ksatria level lima.”
Deianira dan Deirdre pun meninggalkan Pusat dan kembali ke mesin waktu telepon umum mereka untuk memulai misi mereka.

* * *