Tuesday, July 28, 2009

Greenpeace yang Wow

Sumpah saya bingung harus nulis apa untuk nyeritain Greenpeace Supporter Gathering di Own Cafe, Sagan, yang saya hadiri Sabtu lalu. Begitu banyak input yang saya dapat di sana, sampe saya pusing selama tiga hari (and I repeat: TIGA HARI) sama draft review yang ingin saya buat hingga akhirnya batal semua dan saya nulis ini. Berikut adalah beberapa knowledge yang sangat berharga yang saya pelajari dalam gathering kemarin.

Knowledge #1: What Greenpeace actually do. do apa does sih yang bener? hahaha

Habis dari acara gathering, saya melakukan survey kecil dengan bertanya kepada beberapa teman saya, "Yang ada di pikiranmu, Greenpeace itu kerjanya ngapain sih?" dan saya mendapatkan bermacam-macam jawaban.

Ada teman yang berpikir kegiatan Greenpeace adalah menanam sejuta pohon. Ada juga yang mengira kegiatan Greenpeace adalah mencari dana untuk kampanye, tapi ia tidak tahu kampanyenya Greenpeace itu kampanye apa.

Nah, sekarang saya mau klarifikasi, hehehe. Gara-gara dateng ke Greenpeace Supporter Gathering kemarin, saya jadi benar-benar mengerti what they actually do, and what they actually do is not menanam sejuta pohon seperti yang teman-teman bayangkan.

Ngutip dari videonya Greenpeace nih, dalam setiap kampanyenya, Greenpeace mempunyai prinsip dasar yaitu menjadi saksi dan mendokumentasikan perusakan lingkungan, sehingga publik tahu apa yang sedang terjadi pada lingkungannya, dan melakukan konfrontasi langsung secara damai.

Tapi saya lebih senang menyebut kegiatan Greenpeace adalah berperang. Ini emang agak lebai, tapi kalo kita mengingat aksi Greenpeace yang terbilang ekstrem, kelebaiannya jadi agak berkurang, hahaha.

Greenpeace bahkan punya kapal (perang) lho, yang paling baru namanya Esperanza. Sebelum Esperanza ada kapal Rainbow Warrior sama Arctic Sunrise. Kapal itu tentu saja gak dipake buat perang beneran tembak-tembakan atau bom-boman gitu. Silakan nonton video ini kalo mau tahu info lebih detail tentang kapal(perang)nya Greenpeace dipake buat apa, kenapa perlu ada kapal (perang) itu.



Knowledge #2: NVDA.

Dalam melakukan aksinya, Greenpeace menerapkan Non Violence Direct Action, yang sering disebut dengan singkatannya, NVDA. Saya hanya ingat tiga dari beberapa macam NVDA, yaitu passive defense, active defense, dan verbal communication. Pada saat gathering kemarin, NVDA ini disimulasikan dalam sebuah game yang dimainkan oleh para supporter. Seru sekali :))

Passive defense: kalo saya menyebutnya pura-pura mati, hahaha. Klekaran di jalanan, trus kalo digotong sama polisi buat dipindahin ya diem aja, kayak pura-pura mati gitu. Gak bakalan polisi itu banting-banting para aktivis yang mereka gotong itu. Polisi cuma mindahin aja.

Kalo active defense, saya menggambarkannya sebagai aksi bebel, ngeyel, cuek, hahaha. Active defense ini gak pura-pura mati. Aktivisnya berdiri sambil bawa poster. Kalo didorong-dorong sama satpam buat mundur ya ngikut, pas satpamnya pergi ya maju lagi. Kira-kira begitu lah.

Nah, kalo verbal communication, ya ada yang jelasin ke satpam yang lagi ngamuk-ngamuk misalnya, "Pak ini aksi damai. Kita gak mau masuk, kita hanya akan demo di depan kantor bapak..." dst dst dst. Ngemeng-ngemeng gituuu untuk mempertahankan posisi demonya, biar para aktivis gak disakiti karena emang mereka itu cuma demo aja, gak ngerusak.

Greenpeace emang ekstrem, masang poster gede-gede di perusahaan yang didemo, kayak kemaren itu Sinar Mas, trus ngecat kapal yang bawa gelondongan kayu, tapi mereka nggak ngerusak. Yaa sengerusak-ngerusaknya Greenpeace ngecat kapal doang lah, hahaha.

Ini adalah video ketika Greenpeace ngecat kapal di Riau. Ini emang bukan video baru, tapi mungkin ada yang belum liat. Selamat menonton :))



Knowledge #3: Masalah lingkungan ternyata (juga) masalah politik.

Ketika saya berbincang-bincang dengan teman saya melalui YM soal aksi Greenpeace di PLTU Karang Kandri, Cilacap, obrolan kami tiba-tiba mendarat pada cara Greenpeace beraksi: demo-demo dan sebagainya. Soal persepsinya tentang Greenpeace dan harapannya pada Greenpeace bisa ngasih solusi ini dengan cara yang intelek, gak demo-demo doang. Dia bilang, "Sebenernya yang aku harapin, orang-orang Greenpeace tu masuk ke pemerintahan. Kalo ngasih solusi kan ada kemungkinan solusi gak didenger. Pemerintah juga pasti beberapa ada yang gengsi, lah udah bikin mahal-mahal kok harus ditutup."

Ya. Greenpeace disebut dalam satu statement di mana kata pemerintah disebut dua kali.

Ngutip lagi, kali ini dari Greenpeace Newsletter Edisi Mei - Agustus 2009. Kata Mas Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, "Indonesia mungkin saja memiliki sumber daya batubara yang sangat besar, tetapi juga memiliki sumber daya panas bumi dan energi surya yang sangat besar dan belum banyak dimanfaatkankan. Sayangnya, pengembangan potensi energi terbarukan negeri ini telah dikalahkan oleh mafia batubara yang menguasai departemen energi."

Ah. Lagi-lagi politik.

Tapi ini mengingatkan saya juga pada saat Mas Arif Fiyanto mengulang statementnya ketika ia berkampanye dalam acara supporter gathering lalu. Luna dan Amy, begitu teman saya ingin dipanggil, mendengar kata Mas Arif, mereka langsung berpikir untuk menjadi aktivis Greenpeace yang masuk ke pemerintahan.

"Gue udah tau cita-cita gue, Sasya," kata Luna. (Sasya itu bukannya saya pengen sok imut, tapi emang kebiasaannya dia manggil saya SasYa pake Y. Maklum, agak bule.)

Saya hanya cengar-cengir saja. Karena saya tahu ini anak emang banyak banget maunya sampe bingung yang mana yang mau jadi prioritas. Dia pun sudah menyadari hal itu dan cengar-cengir saja juga, hahaha.

"Gue kalo udah gede mau jadi anggota DPR. Jadi anggota DPR yang ngurusin lingkungan hidup gitu," lanjut Luna.

Lalu Amy menimpali, "Tapi kalo anggota DPR yang baik cuma satu elo doang mah ga ngaruh juga kali, Lun. Bakal ketutup juga sama yang jahat-jahat."

"Makanya lo juga jadi anggota DPR juga, My! Biar makin banyak anggota DPR yang baik!" jawab Luna semangat.

Berikutnya sementara Mas Arif masih berkampanye soal batubara, Luna dan Amy malah ngautis dalam diskusi mereka sendiri soal mereka akan mencalonkan diri dari partai apa. Kalo partai ini, katanya mengajukan calegnya dari dalam forum mereka sendiri, ga pake open recruitment gitu. Sementara untuk masuk ke partai itu syaratnya macem-macem, musti hapal Qur'an, dan lain-lain. Kalo partai itu, masuknya agak gampang tapi pendukungnya dikit, dst dst dst.

Knowledge #4: People are willing to pay up to TUJUH RATUS RIBU RUPIAH for a t-shirt!

Seperti biasa (kata MC-nya), acara Greenpeace Supporter Gathering diakhiri dengan acara lelang kaos. Kaos yang dilelang adalah kaos yang dipakai para aktivis dalam aksinya. Dalam gathering kemarin, ada enam kaos yang dilelang. Saya hanya ingat tiga dari enam kaos yang dilelang.

Yang pertama adalah kaos dengan gambar kapal Rainbow Warrior, terjual dengan harga saya benar-benar lupa. Empat ratus apa tiga ratus ribuan kalo gak salah.

Lalu kaos hitam dengan gambar tengkorak bertuliskan "Batubara sumber energi mematikan". Kaos ini dipakai para aktivis dalam aksinya di PLTU Cilacap yang dipimpin oleh Mas Arif Fiyanto. Kaos ini dibuka dengan harga dua puluh empat ribu dan terjual pada harga seratus tujuh puluhan ribu.

Dan yang paling dahsyat adalah kaos Forest Crime Patrol yang gambarnya ada di bawah ini. Kaos ini berhasil terjual dengan harga tujuh ratus ribu rupiah. Sumpah, saya gak bohong.


Ada kejadian yang agak lucu. Ada seorang bapak dengan istrinya. Mereka ikut lelang dan bermain sampai harga lima ratusan ribu. Dari gayanya sih saya bisa tahu mereka adalah orang kaya. Yang saya gak bisa kira-kira adalah berapa umur bapak-ibu suami istri itu.

Saya jadi notice ke mereka karena di mata saya, mereka bermesraan. Bayangin aja bo, di acara kayak gitu, pas si bapak lagi ikutan lelang, pas si bapak lagi terus-terusan naikin harga sampe empat ratus ribu, si ibu ngerangkul-ngerangkul dan meluk-meluk suaminya terus dengan muka yang menurut saya ekspresinya gak jelas (baca: mesum-mesum gitu). Kalo kata teman saya Luna, "Itu istrinya panik, Sasya."

Luna pun mendubbing percakapan antara si bapak dan si ibu.

Ibu: "Mas, udah, mas. Jangan mahal-mahal."
Bapak: "Nggapapa, Ma. Tenang aja."

Knowledge #5: Kalo emang rejeki gak kemana.

Kekurangberuntungan saya mendapatkan doorprice dalam acara ceramah Ustad Yusuf Mansur minggu lalu terbayar kali ini. Saya berhasil mendapatkan doorprice dari Greenpeace dalam acara gathering ini hahahahaha. Betapa bahagianya hati ini. Keikhlasan dan kesabaran telah mengantarkan saya kepada (dalam hal ini) hadiah yang bahkan lebih bagus ahahahahaha. *alim mode: on*

Ini adalah foto seperangkat doorprice dari Greenpeace yang menurut saya sangat WOW.

Banyak dan bagus-bagus, bukan? Hihihi.

Ini adalah newsletter Greenpeace dari mana saya mengutip statement Mas Arif. Di dalamnya ada tips (kali ini tentang plastik), lalu sebuah rubrik berjudul Planet Greenpeace yang berisi tentang agenda kegiatan dan laporannya, lalu cover story, artikel tentang climate, energy, dan forest, staff Greenpeace, fundraising, GreenArtist yang memuat wawancara dengan artis yang juga supporter Greenpeace, dan letters to Greenpeace.

Sebenarnya seharusnya semua supporter mendapat kiriman newsletter ini secara berkala, yang artinya newsletter ini adalah bukan sebuah hal yang istimewa. Tapi setelah saya pikir-pikir, gak ada salahnya juga newsletter dijadikan doorprice karena ada juga supporter yang baru bergabung saat gathering kemarin, seperti teman saya Luna dan Amy.

Kalo ini adalah komik anti nuklir. Kata Tessa, orang bule yang sudah sangat fasih berbahasa Indonesia yang juga juru kampanye iklim dan energi seperti Mas Arif, komik ini dibuat sebagai reaksi atas propaganda pemerintah yang memberi "pendidikan" pada siswa sekolah dasar bahwa nuklir adalah sumber energi yang bersih dan aman.

Menurut Greenpeace, itu jelas tidak. Kalo pengen tahu kenapa nuklir haram banget di mata Greenpeace, silakan klik di sini.

Komik ini bagus lho :)) Saya baru liat-liat gambarnya aja sih, belom baca semua. Tapi saya tahu komik ini bagus, hihihi. Kalo mau baca komiknya juga, klik aja di sini. Bisa didownload juga lho, hihihi.

Doorprice wow yang terakhir adalah si kaos biru yang ukurannya extra large.



Mengingat kebaikan Mba Anggi dan semangatnya ikut lelang untuk memiliki kaos Greenpeace tapi belum beruntung, (juga karena warna dan ukuran kaos ini bukan saya banget, hahaha) saya memutuskan untuk menghibahkan kaos ini pada Mba Anggi. Mba Anggi I love you, hihihi.


Jadi teman-teman, marilah kita bersama-sama menjadi supporter dan aktivis Greenpeace! Being a Greenpeace supporter or activist is so fun lhooo :))

Monday, July 20, 2009

Semalam Menjadi Anak Alim (Bagian 1)

Kemarin malam saya dan teman2 menjadi anak alim. Kami datang ke acara ceramahnya Ustad Yusuf Mansur di UIN Sunan Kalijaga. Judul acaranya “Inspiring Seminar 2: Menyambut Berkah Ramadhan”.

Walau konten ceramah secara keseluruhan belum memuaskan hati saya, ada satu pertanyaan yang sangat berkesan untuk saya. Pertanyaan ini dilontarkan oleh seorang ibu, saya lupa namanya, kira2 intinya begini, "Saya minta ketegasan dari Pak Ustad, (ini perlu nyebut 'ketegasan' karena dari tadi Pak Ustadnya becanda melulu) jadi ketika kita bersedekah, apakah kita niatnya hanya karena Allah atau boleh menyebut keinginan kita? Tapi kalau kita menyebut keinginan kita, apakah itu artinya kita pamrih dan tidak ikhlas?"

Selama ini saya diajarkan oleh bapak saya, kalau berdoa itu minta yang terbaik saja dari Allah swt. Gak perlu kita nyebut detail karena Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Apa yang terbaik menurut kita belum tentu adalah yang terbaik menurut Allah. Allah lebih tahu, jadi kita nggak usah nyebut. Minta yang terbaik aja.

Tapi jawaban dari Ustad Yusuf Mansur kemaren malam sangat memberi saya pandangan baru. Menjawab pertanyaan ibu tadi, Ustad Yusuf menceritakan tiga tipe cara bersedekah.

Cara bersedekah tipe 1: malam2, lewat rumah anak yatim dan ibunya, diam2 menyelipkan uang seratus ribu di bawah pintunya, lalu pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.

Ustad Yusuf pun bertanya kepada audiens.
Ustad Yusuf (UY): "Itu bagus gak?"
Para jamaah (PJ): (serentak) "Baguuus..."
UY: "Ikhlas gak?"
PJ: "Ikhlaaaaas..."

Lalu cara bersedekah tipe 2: seorang Pak Haji dan istrinya, ingin bersedekah seratus ribu juga, dateng ke rumah anak yatim dan ibunya juga, tapi gak diem2.

Pak Haji dan istri (PH): "Ibu Ani apa kabar?" *bersalaman*
Ibu Ani (IA): "Baik Pak Haji."
PH: "Fatah ada, Bu?"
IA: "Ada, Pak, sebentar saya panggilkan--Fataaaah!" *memanggil Fatah, lalu Fatah pun datang*
Fatah (F): "Ada apa, Bu?"
IA: "Ini ada Pak Haji, ayo saliman dulu." *Fatah pun saliman sama Pak Haji*
PH: "Fatah apa kabar?"
F: "Baik Pak Haji, tapi lagi sakit."
PH: "Sakit apa?"
F: "Demam."
PH: "Udah berapa lama?"
F: "Udah tiga hari, Pak Haji."
PH: "Aduh kasihan... Ibu Ani, ini saya ada uang seratus ribu, ibu pakai buat bawa Fatah ke dokter ya. Semoga Fatah cepat sembuh, tambah soleh dan berbakti sama ibu." *sambil mengelus-elus kepala Fatah*
IA: "Amiiin... Alhamdulillah... terimakasih Pak Haji. Saya pasti akan bawa Fatah ke dokter."
PH: "Tolong doakan anak saya juga, anak saya juga lagi sakit..."
IA: "Amiiin... Semoga anak Pak Haji juga tambah soleh dan berbakti sama Pak Haji dan Bu Hajjah."
PH: "Amiin ya robbal alamiin... Yasudah kalau begitu bu, saya pamit dulu."
IA: "Sebentar Pak Haji dan Bu Hajjah, ayo diminum dulu tehnya, sudah dibuatkan."
PH: "Oh boleh, Bu. Terima kasih."

Ustad Yusuf bertanya lagi kepada audiens.
Ustad Yusuf (UY): "Itu bagus gak?"
Para jamaah (PJ): (serentak) "Baguuus..."
UY: "Ikhlas gak?"
PJ: "Ikhlaaaaas..."
UY: "Bisakah kita bilang itu gak ikhlas? Enggak kan?"

Ustad Yusuf pun meneruskan, itu bahkan lebih baik daripada cara tipe 1. Dengan cara yang barusan, kita bahkan insyaAllah dapet pahala silaturahmi, kita bisa mendoakan si Fatah, kita pun membuka ladang pahala untuk Ibu Ani untuk mendoakan anak kita dan memberi makan tamu.

Berikutnya, cara bersedekah tipe 3 even better: ketika kita ingin bersedekah, kita menelepon kerabat kita, "Eh Bambang, ada anak yatim deket rumahku sakit tuh. Aku mau nyumbang seratus ribu, kamu mau nambahin gak?"

Sampai akhirnya terkumpul dua puluh orang, hingga akhirnya yang disedekahkan pada Fatah dan Ibu Ani pun bukan seratus ribu lagi tapi dua juta seratus ribu karena setiap orang mau menambahkan seratus ribu.

Sedikit pemikiran dari teman saya, cara bersedekah tipe 3 ini sebenarnya berisiko tinggi. Tapi seperti prinsip di finance *halah* high risk high return. Risiko yang tinggi dari cara bersedekah ini adalah adanya potensi kita jadi riya (pamer). Kalaupun kita sama sekali tidak berniat riya, orang mungkin saja menganggap kita riya. Tapi cara ini bisa menghasilkan return yang tinggi juga, yaitu jadi makin banyak orang yang bersedekah.

Lalu soal apakah ketika kita bersedekah apakah sebaiknya kita menyebut keinginan kita atau tidak, Ustad Yusuf memberi perumpamaan lagi.

Misalnya dari dulu sampai kemarin kita belum bersedekah, kita berdoa setiap hari.

"Ya Allah, berilah aku kemudahan dalam menghadapi ujian."
"Ya Allah, mudahkanlah aku dalam mendapatkan pekerjaan."
"Ya Allah, berilah aku kemudahan aku dalam melunasi hutang2ku."
"Ya Allah, berikanlah aku jodoh yang soleh / solehah."

Lalu hari ini, kita bersedekah.

Apakah kita jadi tidak boleh berdoa itu lagi? Apakah kita jadi tidak boleh memohon kepada Allah untuk dimudahkan dalam menghadapi ujian dan mendapatkan pekerjaan? Apakah kita jadi tidak boleh meminta lagi kepada Allah untuk diberi kemudahan untuk melunasi hutang dan mendapatkan jodoh? Enggak kan?

Ustad Yusuf juga bilang, ketika kita bersedekahpun yang disebut kan bismillah--dengan nama Allah, bukan yang lain. Niatnya juga nawaitu ...... lillahi ta'ala, bukan nawaitu ...... lil ujian, lil hutang, ataupun lil jodoh. Kalau bersedekah membuat orang jadi gak boleh minta, berarti mendingan gak usah bersedekah aja dong? Tapi kenyataannya gak gitu kan?

Premis satu dan premis duanya itu seharusnya: "Kalau sebelum bersedekah aja kita boleh minta, berdoa macem2 kepada Allah, apalagi kalau kita bersedekah?"

Setelah mendengarkan ceramah Ustad Yusuf Mansur, seorang teman saya nyeletuk, "Iya ya Sa, mungkin jawaban atas segala kegundahan hati gue selama ini adalah sedekah. Gue merasa duit gue kurang terus, duit jualan gue kepake terus, setelah gue pikir2 kayaknya emang bener, ibadah yang belom gue jalanin selama ini adalah bersedekah..."

Jadi marilah teman-teman mulai hari ini kita rajin bersedekah. Bersedekah TIDAK SAMADENGAN ngasih ke pengemis lho. Ayo kita bersedekah melalui lembaga yang benar, misalnya ke panti asuhan, ke amil zakat di masjid, dompet dhuafa, dll. InsyaAllah mereka akan benar2 menyalurkannya ke orang2 yang benar2 membutuhkan.

Semalam Menjadi Anak Alim (Bagian 2)

Beberapa cerita nggak alim dibalik kealiman saya dan teman-teman:

Nggak alim #1

Acara "Inspiring Seminar 2: Menjemput Berkah Ramadhan" yang diadakan oleh Wisata Hati (yang bertagline "Menata Hati Menata Kehidupan") ini dimulai dengan solat isya berjamaah. Para jamaah sudah diberitahukan untuk sudah berwudhu dari rumah untuk solat berjamaah ini.

Saya dan dan teman-teman saya pun manut. Kami sudah berwudhu dari kosan. Mba CA dan Mba TAP ikut solat berjamaah, sedangkan Mba JLL, Mba AU dan saya tidak ikut. Sebab, kalau Mba JLL dan Mba AU memang lagi gak solat, tapi kalau saya gak ikut karena saya gak bisa nahan kentut pas lagi di jalan dan malas wudhu lagi. Jadi solat di kosan aja, hehehe.

Sembari menunggu yang sedang solat berjamaah, saya dan Mba AU bukannya anteng malah berdiskusi tentang kemungkinan2 jalannya acara doorprice nanti. Berikut petikan percakapan antara saya dengan Mba AU:

Saya (S): "Entar kan pasti ada disuruh jawab pertanyaan gitu mba, biasanya ditanyanya yang umum2 gitu misalnya apa judul acara ini, taglinenya apa, gitu2..." *saya dan Mba AU pun menghafalkan*
Mba AU (AU): "Berarti nanti kita duduknya harus didepan ya Sa, biar kalo ngacung keliatan."
S: "Jangan cuma ngacung mba! Berdiri sekalian!"
AU: "Oke, Sasa!"

Nggak alim #2

Setelah solat isya berjamaah, acara dilanjutkan dengan icebreaking oleh para MC dengan mengadakan kuis untuk mendapatkan doorprice. Tapi pertanyaannya tidak seperti yang sudah Mba AU dan saya antisipasi, heheheee. Kuis yang pertama: "Ada berapa angka sembilan dalam bilangan 1 sampai 100?"

Seorang ikhwan mengangkat tangan dan langsung diajak naik ke atas panggung. Dia menjawab 18. Ternyata jawabannya salah.

Lalu MC memberi kesempatan pada audiens yang lain.

Spontan Mba AU pun mengangkat tangan. *ini belom tahu jawabannya lho HAHAHA* Saya melihat audiens yang lain juga mengangkat tangan dan tidak mendapat respon dari MC, langsung menyuruh Mba AU untuk berdiri. "DIRI, MBA!" *DENGAN PENUH SEMANGAT*

Mba AU pun berdiri, dan benar, dia dipersilakan untuk naik ke panggung.

Saya dan Mba CA yang duduk di sebelah saya pun langsung menghitung ada berapa angka 9 dalam bilangan 1 sampai 100. Berhitung dimulai!

Mba CA dan saya berhitung berlomba dengan waktu. Untung saja kami selesai menghitung tepat ketika MC menanyakan kepada Mba AU, "Jadi ada berapa angka 9 mba dalam 1 sampe 100?" Mba AU langsung menengok ke arah kami dan kami memberi isyarat "DUA PULUH".

Mba AU pun menjawab, "Dua puluh."
MC pun menyuruh Mba AU menyebutkan.
"9, 19, 29, 39..."
...lalu MC pun ikut menghitung, "...49, 59, 69, 79, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99."
"Yak selamat jawaban Mba AU benar!" kata MC.

Tapi MC tidak serta merta memberikan Mba AU hadiahnya dengan cuma-cuma. MC ngerjain Mba AU dulu. Pas Mba AU udah mau nerima hadiahnya, eh MCnya pura2 ngga jadi mau ngasih hadiahnya (kayak ga jadi tos gitu lho) BERKALI-KALI. Itu parah banget sebenarnya Mba AU dipermalukan di depan khalayak ramai ahahahahahahahaha :D

Nggak alim #3

Kuis berikutnya: "Yang berulangtahun hari ini atau paling dekat dengan hari ini, tanggal 19 Juli, silakan naik ke panggung. Silakan bawa KTPnya."

Mba CA dan Mba JLL yang sama2 berulangtahun pada tanggal 10 Juli langsung bangkit dan naik ke atas panggung dengan malu-malu kucing (baca: sangat pede bisa menang tapi mau rendah hati dengan pasang tampang malu-malu).

Tapi pas MC ngecek KTPnya Mba CA dan Mba JLL, mereka langsung disuruh turun. "Wah kejauhan ini kalo tanggal 10!" :D :D :D :D :D

Untung pas turun panggung Mba CA dan Mba JLL gak langsung balik ke tempat duduk kami, tapi pergi ke toilet dulu. Walau mungkin mereka gak sengaja ke toilet dulu, kami sangat bersyukur karena tidak harus menanggung malu.

Nggak alim #4

Kuis terakhir: "Yang membawa handphone paling pendek akan mendapatkan hadiah!"

Saya dan teman2 langsung mengeluarkan semua handphone kami dan mengukur mana yang paling pendek. Setelah diputuskan handphone Mba AU yang paling pendek, SAYA pun disuruh naik ke atas panggung.

"AYO DONG SASSYAAA!!!"

Saya menolak mentah-mentah. Biasa, karena kebanyakan mikir. Saya merasa masih ada handphone merek lain yang lebih pendek dari ini dan saya yakin di antara 2000 audiens yang hadir malam itu pasti ada yang punya. Saya tidak mau menanggung malu seperti Mba CA dan Mba JLL!!

Sementara saya masih mikir2, ternyata MC sudah mengumumkan siapa pemenangnya: seorang adek kecil dan ibu2 yang badannya kecil. Yeah, yang membawa handphone PALING PENDEK.

"TUH KAN SASSYAAAAA COBA LO IKUTAN LO BISA MENANG TUUUUHHHH!!!"

Pesan moral: kalo ikut kuis2 beginian, gak usah kebanyakan mikir dan bunuh kemaluanmu!!

Sunday, July 19, 2009

Organisasi Pengemis

Pas pulang kampung ke Jakarta buat nyontreng kemaren, gue diajak nonton film Slumdog Millionaire sama adek gue. Awalnya, sebenernya gue agak males. Gue udah dipinjemin juga sama temen kos gue dari dulu, tapi sampe akhirnya diminta lagi sama dia belom gue tonton juga. Mungkin karena itu film India, dan film India itu bukan selera gue. Tapi karena gue sama Jojo sama2 gak bakal nonton itu kalo sendirian, akhirnya kami pun nonton bersama-sama sambil makan french fries. Biar gak ketinggalan jaman banget gituu.

Sumber: Google.com

Dan setelah gue selesai nonton filmnya, ternyata Slumdog Millionaire berbeda dari film India pada umumnya, hahaha.

Gue menulis post ini bukan untuk mereview filmnya, tapi untuk berbagi cerita tentang pengalaman gue bersama pengemis2 di jalanan kota Jakarta.

Film Slumdog Millionaire mengingatkan gue pada sebuah tulisan di diary *ce elah diary* semasa SMA. Tulisan di bawah ini gue salin dari diary itu. Tanggalnya: 16 Desember 2006. Gue agak ketawa2 dikit sebenernya pas membaca2 lagi diary gue jaman dulu. Rasanya kok bodoh bangeeet. Tulisan macam apa ini bahasanya jelek sekali, berantakan sekali, ga beraturan, aaaaaa. Tapi biarlah. Berarti makin tua gue makin beraturan, hahaha.

Dua hari yang lalu, hari Jumat, gue kan pulang sendiri naik busway, pas gue turun dari busway, di halte Bendungan Hilir, di jembatannya tu gue ngeliat ada 4 (baca: EMPAT) pengemis berjenis kelamin laki-laki, dengan keadaan yang sama: (maaf ya, nauzubilah minzalik) matanya buta, kalo ga satu ya dua2nya. Mereka semua pake tongkat dan gue liat tongkat itu sama semua: terbuat dari aluminium, di ujung atas ada tali elastis warnanya item, dan di badan tongkatnya ada stiker warna merah. Semuanya kayak gitu.

Satu hal yang gue pikirin waktu liat anomali itu: mereka pasti ada yang punya. Kayak anak jalanan yang diurus sama preman gitu, ini juga sama. Cuman ini udah tua2 dan cacat. Gak mungkin mereka yang buta itu bisa punya tongkat yang bagus dan sama semua karena kebetulan.

Contoh keanehan lain pada pengemis. Pernah liat pengemis anak kecil yang minta2 di metro mini atau kopaja yang ngemisnya pake amplop trus ada ngemeng2nya kan? "Kami butuh biaya untuk sekolah. Ayu ibu kami sakit, tidak bisa bekerja untuk membiayai sekolah kami, jadi terpaksa kami minta pada Bapak / Ibu / Kakak / Om / Tante yang dermawan......" bla bla blaaa dst dst dst.

Sekarang gini deh. Kalo emang dia butuh duit buat sekolah, berarti dia sekolah dong? Yang gue ga ngerti itu mereka sekolahnya kapan, kalo pas jam2 yang seharusnya anak SD sekolah itu mereka malah minta2 buat biaya sekolah, keliling Jakarta dari bis ke bis dari angkot ke angkot tanpa alas kaki. Jadi kalo mereka ngemis buat biaya sekolah, mereka pasti bohong.

Kedua, secara mereka alas kaki aja gak punya, mana mungkin mereka punya komputer atau mampu nyewa komputer dan beli amplop buat dikasih ke kita untuk kita isi di bis? Belom ngeprintnya. Kertasnya. Semuanya deh. Semuanya gak masuk akal. Mereka pasti kerja buat orang.

Bokap gue bilang, orang ngemis tidak selamanya miskin. Bisa aja mereka males kerja dan milih ngemis aja. Bisa juga mereka nganggap ngemis itu kerja. Emang definisinya kerja tu apa sih? Do something to earn a living kan? Itulah yang mereka lakukan.

Pernah juga ya gue pulang dari rumah Negi di Bintaro sendirian naik angkot S 08 warna merah (dan pas itu gue ngerasa Bintaro jauuuuh banget). Gak lama dari gue naik angkot itu, ada pengemis anak kecil naik juga ke angkot yang gue naikin itu. Lumayan, dia pake sendal. Dia bawa amplop2 yang ditempelin ketikan minta biaya buat yang sekolah itu dan gue dikasih salah satunya. Gue kasih tu anak lima ribu.

Tapi pas dia buka amplop gue, dia gak keliatan bersyukur pada Tuhan atau berterima kasih sama gue bahkan seneng pun enggak. Beberapa saat kemudian, pas nyampe satu pertigaan atau perempatan gede gitu gue lupa, dia turun. Trus dia nyamperin orang gitu. Pas angkot gue jalan lagi, gue masih bisa liat anak kecil pengemis itu nyetor lima ribu gue ke orang itu. Gue sedih banget ngeliatnya.

Jadi, kehidupan slum yang ada di film Slumdog Millionaire itu, terjadi juga di Indonesia, in our beloved very city of Jakarta, the capital city of Indonesia. Di Jogja ada begituan juga gak ya?

Saturday, July 18, 2009

Karena Jojo

Menghayati lagu di video ini...



...dan dikasih partiturnya sama adek gue...
River Flows in You

...gue jadi semangat main piano lagi. setelah 2 tahun lamanya itu piano digital di kosan gue cuma jadi pajangan doang :(
I cry everytime I hear this song. Judulnya River Flows in You, artisnya Yiruma. Lagu ini adalah salah satu soundtrack film Twilight, dikenal juga dengan judul Bella's Lullaby dengan artis Edward Cullen. *oh please*

Technically this song is quite simple, apalagi kalo udah liat bentuk partiturnya. Yang bikin lagu ini kesannya expert2 gitu adalah tempo dan improvisasinya. Dan tempo dan improvisasi itu masalah jam terbang, hahaha. Bener-bener deh mainin lagu ini according to huruf toge yang besar-besar saja itu mudah. Yang sangat perlu dilatih adalah mencet huruf toge yang kecil2 diselip2in itu hahaha. And I'm working on it, yea yea yea :D

Ps. Kalo gue udah pinter main lagu ini, gue akan pamer ke Jojo adek gue sebagai wujud dedikasi dan rasa terima kasih karena pernah memperdengarkan lagu ini dan mengajarkan gue basicnya, hahaha.

Monday, July 6, 2009

Ketika Kawin Muda Jadi Pilihan

Ada beberapa alasan orang memilih untuk kawin muda. Mulai dari karena keinginan pribadi sampai karena terpaksa. Mulai dari karena calon suaminya sudah mapan, sampai karena calon istrinya sudah berbadan dua.

Saya punya seorang teman perempuan yang sangat cantik dan feminin. Sebut saja namanya Melati, usianya 19 tahun. Kemarin ayahnya baru saja meninggal. Selalu ada perasaan ikut sedih terlintas di benak saya ketika mendengar berita orang tua teman saya meninggal dunia. Setiap kali ada ayah atau ibu teman saya ada yang meninggal, saya tidak bisa berhenti berpikir bagaimana kelanjutan hidupnya nanti.

Bagaimana dia akan membiayai kuliahnya? Apakah dengan meninggalnya orang tuanya ia harus menurunkan kualitas hidupnya seperti pindah ke rumah kos yang lebih murah? Ataukah ia harus bekerja untuk membiayai hidupnya sendiri? Lalu bagaimana dengan kuliahnya?

Pertanyaan kemarin saya itu langsung terjawab hari ini. Hari ini Melati menikah. Ia menikah dengan kekasih yang telah dipacarinya sejak SMA.

Kedengarannya memang seperti kisah cinta di sinetron. Seorang wanita cantik yang harus menikah dengan seorang lelaki kaya karena ia tidak punya pilihan lain untuk membiayai hidupnya dan ibunya. Walaupun Melati dan kekasihnya saling mencintai dan keduanya ikhlas untuk menikah, tetap saja banyak orang yang membuat teori-teori mengenai sebab-sebab mengapa mereka harus menikah keesokan hari setelah ayah Melati meninggal.

Teori yang pertama: ayah Melati meninggal karena sangat kaget mendengar Melati hamil atau sudah melakukan hubungan suami-istri, sehingga Melati dan kekasihnya diperintahkan untuk langsung menikah.

Teori yang kedua: ayah Melati ingin sekali melihat Melati menikah, atau setidaknya sebelum ia dikebumikan kalau ia meninggal sebelum Melati menikah. Jadi ini Melati dan kekasihnya segera menikah, bahkan jika harus menikah di depan jenazah ayahnya seperti hari ini.

Teori yang ketiga: karena Melati adalah anak satu-satunya dan ibunya sudah tidak bekerja lagi, satu-satunya cara untuk Melati bisa menutup biaya hidupnya adalah dengan menikah dengan kekasihnya yag untungnya terbilang kaya.

Semua teori itu mengerucut pada kesan yang kurang baik. Banyak orang juga berpikir, apakah Melati tidak menjadi utang budi pada suaminya? Apakah secinta-cintanya suami Melati, ia tidak akan mengungkit utang budi tersebut?

Menikah di usia muda memang masih jadi hal yang ‘luar biasa’ di Indonesia terutama bagi masyarakat di kota besar. Masyarakat di kota besar sering berpikir negatif dalam menanggapi pernikahan di usia muda. Biasanya mereka berpikir bahwa pasangan yang menikah muda married by accident. (Kita akan membahas masalah menikah muda bagi masyarakat di pedalaman Indonesia pada kesempatan lain karena seperti yang telah kita ketahui menikah muda bagi masyarakat di pedesaan adalah hal yang biasa.)

Ketika saya bertanya pada belasan orang teman saya yang sudah punya pacar, mereka semua menjawab ingin dan mau saja menikah muda, termasuk saya sendiri. Namun mereka semua menjawab demikian dengan ‘tapi’. ‘Tapi’ tersebut misalnya, “…tapi gue kan belom kerja, belom punya penghasilan, belom bisa cari duit sendiri. Nanti istri gue mau gue kasih makan apa?”. Dan biasanya, setelah mereka mengutarakan ‘tapi’-‘tapi’ itu, mereka juga mengungkapkan harapan mereka, “Kalo orang tua gue sama cewek gue mau-mau aja bayarin gue sama istri gue, gue mau banget nikah sekarang juga.”.

Sebenarnya dari segi agama, contohnya dari segi agama Islam, menikah muda diizinkan dan bukanlah masalah. Tidak ada dalam Al-Qur’an ayat yang mengatur umatnya baru boleh menikah ketika sudah berusia 25 tahun. Yang diatur hanyalah baru boleh menikah ketika sudah baligh. Tidak ada pula rukun “harus sudah kerja” dalam rukun nikah agama Islam. Yang diatur hanyalah ketika seorang laki-laki itu sudah mampu, dianjurkan untuk segera menikah untuk mencegah zina. Jadi dalam agama Islam, tidak masalah bila kita menikah namun masih dibiayai orang tua.

Masalahnya adalah, kata ‘mampu’ di Indonesia masih diukur dengan apakah laki-laki itu sudah berpenghasilan sendiri atau belum. Padahal, ‘mampu’ dalam agama Islam tidak selalu berarti demikian. Tidak masalah jika laki-laki atau perempuan yang akan menikah itu ‘mampu’-nya masih dibiayai orang tua.

Namun adat di Indonesia membentuk pola pikir masyarakatnya menjadi ‘gengsi’ untuk minta dibiayai orang tua kalau sudah menikah. Sebenarnya ada orang tua yang ‘fine-fine’ saja membiayai anak dan menantunya, tetapi kadang-kadang orang tua yang sebenarnya sudah ‘fine-fine’ saja itu juga menjadi enggan untuk membiayai anaknya karena tradisi ‘gengsi’ tersebut.

Poin yang saya coba sampaikan di sini adalah, marilah kita mengubah pola pikir kita yang sering berperangsaka buruk pada orang yang menikah muda. Tidak selamanya orang yang menikah muda married by accident. Dalam kasus Melati, Melati dan kekasihnya segera menikah karena memang mereka saling mencintai, Melati memang sedang dalam masalah, dan kebetulan kekasihnya dapat mengatasi masalah itu. Mereka tidak menikah karena terpaksa. Menikah muda dalam kasus Melati adalah hal yang sangat terpuji. Tidakkah jiwa kekasih Melati yang kini sudah menjadi suaminya sangatlah besar?

* * *