Friday, February 19, 2010

Anak Band

Anak band rambutnya gondrong
Faktanya ada anak band yang rambutnya gondrong. Tapi gak semua anak band rambutnya gondrong atau kalo mau jadi anak band harus gondrong atau yang gondrong pasti anak band. Model rambut ini cuma style buat jadi ciri khas biar orang inget sama bandnya.

Anak band bau dan jarang mandi
Mitos banget--walau mungkin ada satu-dua yang emang gak suka mandi. Anak band juga risih kali kalo ga mandi. Bau mungkin tahan, tapi gatelnya kayaknya enggak.

Anak band bisa nyanyi
Semua anak band, gak cuma vokalisnya, pasti bisa nyanyi--walau mungkin yang bukan vokalis suaranya pas-pasan. Tapi walau pas-pasan, nyanyinya pasti bener, gak mungkin false. Tidak percaya? Buktikan sendiri B-)

Anak band bisa main gitar
Kayak semua binatang bisa berenang, semua anak band bisa main gitar. As a matter of fact, semua anak band bisa mainin semua alat musik yang ada di bandnya. Tentu saja ga sepinter temen sebandnya yang emang gitaris atau emang drummer, tapi mereka bisa.

Anak band merokok
Ya, ini fakta. 98% anak band merokok. 2% yang gak merokok itu personel yang cewek (walau banyak juga anak band cewek yang ngerokok), vokalis yang sadar paru-paru, dan yang gak boleh sama mamanya.

Anak band punya idealisme
Percaya atau tidak, band-band baru di Indonesia yang sering muncul di acara tivi setiap pagi sebenernya bisa bikin lagu dan main musik yang lebih bagus dan lebih skillful dari itu. Masalahnya, semua isi otak mereka itu direm sama produser yang sangat realistis, yang melihat kenyataan bahwa penikmat musik progressive rock macam Dream Theater di Indonesia lebih sedikit dari penikmat lagu catchy seperti lagunya Kuburan.

Buktinya: pernah dengar band Indonesia namanya Titah? Band itu alirannya agak nyerempet Dream Theater. Tapi karena kuping-kuping orang Indonesia sampai hari ini belum betah dengerin lagu yang kayak gitu, Titah pun belum sejaya Kuburan.

Anak band punya lagu buat setiap suasana hatinya

Selalu ada cerita di balik setiap lagu yang dibuat atau didengar. Semua teman saya yang anak band membenarkan teori saya ini.

Wahyudi, gitaris, punya lagu buat setiap wanita yang pernah dicintainya. Ada lagu jamannya dia sama pacarnya waktu SMA. Ada lagu jamannya dia ngejar Mbak Itu. Semua lagu yang didengarnya adalah representasi isi hatinya.

Biondy, vokalis, belom pernah punya pacar selama 20 tahun hidupnya, dan konsisten banget naksir cewek yang sama dari SMA dulu sampai sekarang. Lagu-lagu yang didengarnya? Lagu-lagu penantian, kasih tak sampai, tak bisa pindah ke lain hati... Seperti lagu-lagu yang ada di sini.

Saya sendiri, senasib sama Biondy bagian konsisten banget naksir orang yang sama, lagu-lagunya juga ga jauh beda sama dia. Selalu berusaha melupakan Mas K dengan melihat-lihat orang lain, tapi ujung-ujungnya ga bisa juga.

Itulah juga sebabnya lagu patah hati biasanya jauh lebih bagus dari lagu bahagia. Karena patah hati lebih emosional dari bahagia. Jadi emosi yang dicurahkan oleh seorang pencipta lagu pas lagi patah hati itu lebih banyak dari pas lagi bahagia, dan hasilnya adalah lagu yang deeper. Gimana dengan lagu yang bukan lagu cinta? Berarti yang bikin lagu itu kehidupan cintanya udah mulus jadi bisa mikirin hal lain selain cinta, misalnya tentang politik atau agama.

Anak band romantis
Pasti pernah liat video hadiah ulang tahun atau hadiah berapa-bulanan dari cowok buat ceweknya yang dipublish di fesbuk atau yutub, yang mana di video itu si cowok nyanyi sambil main gitar, mainin lagu L.O.V.E, atau bahkan bikin lagu sendiri pas lagi berpisah jauh dan lagi kangen-kangennya.... Percayalah yang bisa kayak gitu cuma anak band.

Sunday, February 14, 2010

Untuk Kau-Tahu-Siapa

Alasan

Ceritanya lagi hari valentin jadi nulis cinta-cintaan.


Ada seorang perempuan. Usianya 20 tahun, masih lajang, dan sedang tidak ingin punya pacar. (Jadi tenang, ini sama sekali bukan saya yang curcol, haha.) Ada juga seorang laki-laki. Laki-laki ini lumayan ganteng, tetapi memang bukan tipenya si perempuan. Jadi si perempuan pada dasarnya tidak naksir laki-laki ini. Tapi perempuan ini tidak menutup diri.


Pada awalnya, si perempuan dan laki-laki ini berteman karena ada perlunya: mengerjakan tugas kuliah bersama. Namun ketika tugas-tugas mereka sudah selesai, hubungan mereka tetap berlanjut. Laki-laki ini selalu ada untuk si perempuan. Ketika perempuan lagi happy, lagi sakit, lagi sedih, sampai ketika si perempuan terjebak dalam keadaan darurat, misalnya ketika mobilnya mogok karena akinya soak atau ban mobilnya gembos dan harus ganti ban.


Lama-lama, perempuan ini sayang dan jatuh cinta pada si laki-laki. Si perempuan mulai merindukan sms dari si laki-laki ketika si laki-laki tidak ada kabarnya. Ia mulai merasa kehilangan jika si laki-laki tidak meneleponnya. Ia mulai merasa sedih ketika si laki-laki tidak ada untuknya.


Suatu saat laki-laki ini menghilang. Si perempuan tidak tahu mengapa, tapi ia memiliki sejumlah dugaan. Mungkin karena kesibukan si laki-laki yang terus meningkat. Mungkin karena kuliah-kuliah sudah selesai dan tugas sudah tidak ada lagi. Mungkin karena si laki-laki tidak membutuhkannya lagi.


Ketika laki-laki ini tidak ada lagi untuk si perempuan, rasa cinta si perempuan pun memudar. Si perempuan tidak lagi merindukannya dan menerima begitu saja kenyataan bahwa laki-laki ini sudah tidak ada kabarnya lagi. Ia tidak susah payah mengejarnya atau mencari tahu berita tentang si laki-laki.


Mengapa demikian? Karena jika seseorang jatuh cinta karena suatu alasan, ketika alasan itu sudah tidak ada lagi, cintanya pun akan berhenti. Dalam cerita ini, alasan si perempuan jatuh cinta pada si laki-laki adalah karena laki-laki itu ADA. Ketika laki-laki itu menghilang, ketika laki-laki itu berhenti ADA, si perempuan pun berhenti cinta.


Secara tidak langsung, dapat disimpulkan bahwa si perempuan ini mencintai keberadaan si laki-laki, bukan mencintai laki-lakinya. Karena seperti disebutkan di awal, laki-laki ini bukan tipenya dan pada dasarnya si perempuan tidak naksir si laki-laki.


Bandingkan ketika perempuan yang sama jatuh cinta pada laki-laki bukan karena suatu alasan. Bandingkan ketika perempuan itu jatuh cinta pada laki-laki yang memang tipenya. Misalnya tipenya itu yang berkacamata, berkulit hitam, berlengan kekar, cerdas, dan taat beribadah. Laki-laki yang seperti itu tidak perlu ngapa-ngapain untuk membuat si perempuan jatuh cinta kepadanya. Karena pada dasarnya, perempuan itu memang sudah naksir.


Sepintas, memang kelihatannya bisa dibilang seperti ini: ya berarti si perempuan jatuh cinta sama laki-laki itu karena laki-laki itu berkacamata, berkulit hitam, berlengan kekar, cerdas, dan taat beribadah. Itu adalah alasan si perempuan jatuh cinta pada si laki-laki.


Jadi tetap, perempuan itu jatuh cinta karena suatu alasan. Tipenya itu adalah alasannya. Ketika suatu hari laki-laki itu matanya sudah dilasik, kulitnya lebih dirawat dan jadi putih, lengannya gak kekar lagi karena berhenti olah raga, dan tiba-tiba jadi bego dan kafir, perempuan itu akan berhenti jatuh cinta. (Tapi kayaknya kalo jadi kafir bakal berhenti cinta sih)


Tapi kenyataannya tidak begitu. Sebab, perempuan itu sudah terlanjur cinta. Pada dasarnya perempuan itu memang sudah cinta dan cinta yang datang dari sananya itu susah buat dihilangkan, meskipun laki-laki itu sudah berubah. Contoh yang paling mudah adalah embah-embah kita. Mereka tetap saling mencintai sampai tua walaupun sama-sama udah berubah jadi peot dan ga kekar lagi.


Jadi kesimpulannya apa? Saya jadi bingung sendiri ini saya nulis apa hahaha.


The difference between loving for a reason and loving without a reason:

Loving for a reason: when the reason is gone, the love will also be gone.

Loving without a reason: there is no reason to be gone so the love will never be gone.

Tuesday, February 9, 2010

Guru Bimbel

I always wanted to be a teacher since elementary school. An English teacher, to be precise. There were always two kinds of English teacher: the good one, and the poor one. Both of them were very inspiring. The good one made me want to be like her, or better. The poor one made me pity her and the English education in Indonesia: how could Indonesians ever learn English well if the quality of the teacher was poor like that? So I decided that someday, I will become a good English teacher and contribute for better English education.

Now, at the age 20 (gosh i'm 20 already :| ), I begin to look for a side job as an English teacher, start with bimbel-bimbel in Jogja. And here's the anomaly begins. I reckoned that those bimbels require a bachelor for a teacher, and a full-timer. Undergraduates who want a part-time job like us are not qualified.

I told my friends about this and they were a bit shocked. Is there any bachelor ever wanted to be a bimbel teacher? People don't study at and graduate from a university to become ones, do they? Take you, for instance. Do you study at UGM to become a bimbel teacher? By the assumption that a bachelor does not want to be a bimbel teacher, my friends and I implicated that being a bimbel teacher nowadays is one of the last resorts.

Nah. Since being bimbel teacher is the last resort, people who applied as ones were actually the ones who didn't get the job they always wanted. And they didn't get they job they wanted perhaps because they're lack of communication skill, or not cooperative. Sad, isn't it? The fact that that those who are teaching our little brothers and sisters at bimbel are not the ones who really are smart nor even wanted to teach.

My friends and I thought, wouldn't it be better if those bimbel recruited undergraduates like us? We, students, still have fresh mind and brain, we're still learning, and we always need extra fund as anak kos. (It's not that our parents didn't give enough money, but if we can get an extra, why not?) The bimbel's personnel dept. can also have our CV, transcript, an interview, teaching test, maybe, as consideration, same as those who already graduated. They can even hire undergraduates like us with lower-but-still-reasonable wages because of our education level.

Well that's an extreme thought. I believe that there are still bimbel teachers who truly are dedicated, the ones who become bimbel teachers intentionally, purposefully, because they love it, not because they can't find another job :)