Friday, April 2, 2010

Last Name

Mr. X : Nama?
Annisa : Annisa.
Mr. X : Annisa siapa?
Annisa : Annisa.
Mr. X : Annisa doang?
Annisa : Gak pake doang.
Mr. X : Annisa saja?
Annisa : Gak pake saja.
Mr. X : Jadi namanya cuma satu kata? Gak pake embel-embel?
Annisa: Iya, like many other Indonesian names: Soekarno, Soeharto, Suharti, Supriyadi, Kartini, Gudono, Mulyadi, Sudibyo, Sukarjo...

Namanya yang hanya satu kata kadang-kadang menyulitkan hidup Annisa. Setiap formulir apapun menyediakan kolom "Last Name" yang harus diisi. Mulai dari hal-hal kecil seperti ketika sign up email dan facebook, sampai hal-hal serius seperti pendaftaran beasiswa, kompetisi, pertukaran pelajar, permohonan paspor, dll.

Hal-hal kecil seperti sign up suatu account di internet dapat diatasi dengan mudah, selama ini Annisa memakai nama ayahnya untuk nama belakangnya. Namun cara itu belum tentu bisa diterapkan pada hal-hal yang lebih serius seperti ketika akan melakukan transaksi jual beli menggunakan kartu debit atau kartu kredit di internet, dan beberapa hal yang telah disebutkan di atas.

Masalahnya adalah, kalau Annisa menulis nama ayahnya pada kolom Last Name, data yang ia isikan menjadi tidak sesuai dengan surat-surat yang berkaitan dengan hukum yang membuktikan eksistensinya sebagai WNI: akte kelahiran, ijazah, KTP, SIM, KTM. Di semua surat itu, nama yang tertulis adalah Annisa, tanpa embel-embel.

Pada beberapa website seperti airasia.com telah dicantumkan petunjuk pengisian kolom Last Name bagi orang-orang yang tidak punya last name seperti Annisa, sehingga kendala sedikit berkurang. Namun masih banyak juga yang belum ada petunjuknya. Hingga akhirnya, apabila kolom last name tidak harus diisi, Annisa membiarkannya kosong, apabila harus, Annisa mengisinya dengan "Annisa" lagi, karena jika tidak diisi, proses tidak dapat dilanjutkan.

Di satu sisi, last name memang bagus. Seperti orang barat yang nama belakangnya adalah nama keluarganya, menunjukkan jati dirinya, asal usulnya. Atau seperti orang Arab yang namanya ada bin atau binti-nya. Itu bagus sekali untuk menunjukkan orang itu anak siapa. Sehingga,last name mereka adalah surname mereka.

Kita sering mengadopsi budaya atau standar dari negara lain lebih baik supaya kita juga bisa lebih baik. Tetapi, haruskah kita selalu seperti itu? Lupakah kita bahwa bahkan presiden pertama dan kedua kita dan banyak nama pahlawan Indonesia namanya hanya satu kata? Toh last name yang dimiliki oleh kebanyakan WNI bukanlah surname-nya, sehingga fungsinya tidak sama seperti last name-nya orang barat dan orang Arab.

Menurut teman-teman, bagaimana sebaiknya masalah ini dipecahkan? Haruskah Annisa dan banyak orang Indonesia yang namanya hanya satu kata selamanya mengalami kesulitan birokrasi karena jumlah kata dalam namanya? Apa sebaiknya pemerintah membuat peraturan mengenai penamaan anak? Tidak bisakah sistem birokrasi mengantisipasi nama-nama yang hanya terdiri dari satu kata?