Friday, February 25, 2011

Grebeg Maulud in Black and White







Ramayana

Ramayana adalah epik dari India karangan Walmiki. Kayak Harry Potter, kisah Ramayana terdiri dari tujuh buku. Urut dari yang pertama: Bala-kanda, Ayodhya-kanda, Aranya-kanda, Kiskindha-kanda, Sundara-kanda, Yuddha-kanda, dan Uttara-kanda. Epik Ramayana ini sangat legendary sampai hampir setiap negara punya versi sendiri, termasuk di Indonesia ada kakawin Ramayana yang digubah dalam sastra Jawa.

Pertama kali saya tahu tentang cerita Ramayana adalah dari nonton Tari Kecak di Bali. Tapi walaupun udah beberapa kali nonton, saya masih gak ngerti ceritanya karena males baca sinopsisnya (hehe), padahal sinopsisnya emang harus dibaca karena gak bakal ngerti ceritanya kalo liat orang joget-joget doang. Sampai akhirnya saya menonton Ramayana Ballet di Prambanan yang temponya sangat lambat, akhirnya saya agak ngerti ceritanya.

Chapter paling populer dari epik Ramayana yang teman-teman pasti sudah tahu adalah mulai dari Rama tinggal di hutan ditemani Sita dan Laksmana sampai perang yang terjadi Kerajaan Alengka untuk nyelametin Sita yang diculik Rawana. Baik di Tari Kecak ataupun Ramayana Ballet, pasti ada adegan:

1/ Rawana mengutus Marica untuk berubah jadi kijang kencana untuk memancing Rama dan Laksmana menjauh dari gubuk mereka supaya Rawana bisa menculik Sita.
2/ Kayak di Snow White, Rawana menyamar jadi sesepuh supaya Sita kasihan dan mempersilakan masuk ke gubuknya, padahal Rama udah jelas bilang jangan izinkan siapapun masuk.
3/ Pas Sita dibawa kabur sama Rawana, burung Jatayu mencoba menolong Sita tapi gagal.
4/ Rama lalu minta tolong Hanoman untuk menyelamatkan Sita di Kerajaan Alengka (kerajaannya Rawana).
5/ Pas Hanoman udah sampai Alengka, Sita gak mau dibawa pulang! Sita malah ngasih cincinnya ke Hanoman buat dikasih ke Rama sebagai tanda kalo Hanoman udah ketemu Sita.
6/ Sebelum Hanoman meninggalkan Alengka untuk balik ke Rama, Hanoman merusak taman yang indah di Alengka, terus ketangkep dan dihukum dengan dibakar ekornya, lalu dengan ekor yang terbakar itu lari-lari dan lompat kesana kemari hingga atap-atap bangunan segala macem di Alengka terbakar. Inilah bagian paling beken, yang terkenal banget disebut Hanoman Obong.

Hanoman Obong di Ramayana Ballet


Tari Kecak di Bali
Kiri: Sita di Taman Alengka, penari laki-laki yang duduk menggambarkan semak-semak dan bunga di taman, yang kemudian diobrak-abrik oleh Hanoman
Kanan: Hanoman akan dihukum karena merusak Taman Alengka


Backstage


Tapi saya tidak puas dengan cerita yang disajikan di panggung plus di sinopsis. Pulang dari nonton itu bukannya lega malah jadi banyak tanya, kayak: Rama sama Sita dan Laksmana ngapain sih di hutan? Kenapa Rawana pengen nyulik Sita? Kenapa Rama gak nyelametin Sita sendiri, malah nyuruh Hanoman? Katanya cinta? Hanoman sendiri udah sakti kok mau disuruh-suruh Rama?

Untuk dapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, akhirnya saya beli bukunya.

Ternyata, ceritanya bapaknya Rama, Dasarata, Raja Ayodya, punya empat orang putra. Yang pertama adalah Rama, dari Permaisuri Kausalya. Kemudian si kembar Laksmana dan Satrugna dari ibu Sumitra, dan Bharata dari istri kesayangan sang raja, Keikayi. Dasarata pernah berjanji pada Keikayi akan memenuhi dua permintaannya tentang apapun. Janji Dasarata ini ditagih Keikayi ketika Dasarata mau menyerahkan tahtanya pada Rama, atas bujukan Mantara, dayangnya Keikayi yang benci sama Rama. Permintaan Keikayi yang pertama adalah Rama diusir ke hutan rimba selama 14 tahun, dan yang kedua adalah mendudukkan Bharata sebagai pewaris tahta.

Sebagai anak yang manis, Rama pun patuh. Dia pergi ke hutan. Istrinya, Sita, yang didapatkan setelah memenangkan sayembara yang dibuat oleh bapaknya Sita, ikut Rama tinggal di hutan, begitu pula adiknya Laksmana. Hal ini membuat Dasarata meninggal karena sedih. Bharata sebagai pewaris tahta menolak untuk menjadi raja karena dia hormat banget sama Rama. Dia nyusul Rama ke hutan tapi Rama gak mau disuruh balik. Akhirnya Bharata pulang bawa sendalnya Rama dan meletakkannya di singgasana sebagai lambang bahwa Rama adalah rajanya dan ia memimpin pemerintahan dari luar kota. (Dramatis abis!)

Di hutan, Rama dan Laksmana menghadapi petualangan berliku dan ketemu banyak makhluk, di antara adalah spesies raksasa (seperti Rawana, raksasa wanita disebut raksasi--kocak abis), dan spesies wanara (manusia pohon, seperti Hanoman). Suatu saat Sarpanaka, adik Rawana muncul dan bertarung dengan Laksmana. Sarpanaka kalah, hidungnya dipotong Laksmana, trus ngadu ke kakaknya. Rawana membalas dendam dengan menculik Sita, selain karena demen juga soalnya Sita cantik banget.

Hanoman, mau disuruh Rama jemput Sita karena Rama udah bantuin bosnya Hanoman namanya Sugriwa, untuk merebut tahtanya kembali dari saudaranya, Subali. (Hanoman, Sugriwa, dan Subali adalah tokoh-tokoh wanara, yang punya kerajaan sendiri juga.) Rama gak jemput Sita sendiri pada awalnya karena memang lebih efisien kalo Hanoman yang pergi. Di bukunya diceritakan Alengka itu adanya di seberang lautan, dan Hanoman bisa langsung nyampe kesana dengan satu lompatan yang luar biasa. Kalo Rama yang pergi, dia harus bawa pasukan dan bangun jembatan dulu--yang kemudian dilakukan beneran setelah Sita gak mau dibawa pulang sama Hanoman.

Tapi, cerita belum selesai setelah perang berkecambuk dan Sita berhasil diselamatkan. Rama mikir juga dong Sita udah berbulan-bulan di negeri Alengka apakah dia masih suci? Kalau Sita udah dinodai (eyaaa) oleh Rawana gimana? Akhirnya kesucian Sita pun diuji dengan cara dibakar dengan api khusus. Kalau Sita masih suci, dia gak akan kebakar...

The Troublemaker


Meskipun judulnya Ramayana--berasal dari bahasa Sanskerta Rama dan Ayana yang berarti Perjalanan Rama--saya merasa jagoan dari kisah ini adalah Hanoman. Kalau teman-teman baca bukunya versi (terjemahan) siapapun, atau baca komiknya, atau nonton filmnya, atau nonton tari-tariannya misalnya Tari Kecak di Bali atau Ramayana Ballet yang disajikan dengan gaya Jawa di Candi Prambanan, pasti teman-teman menyadari bahwa yang bikin seru cerita Ramayana adalah Hanoman, dan dia jauh lebih sering muncul daripada Rama sendiri.

Selain itu, meskipun Rawana adalah karakter yang diciptakan sebagai tokoh antagonis yang keji dan berwujud menyeramkan, saya merasa troublemaker di kisah Ramayana ini bukanlah Rawana, tapi Sita.
Melihat betapa putra dewa angin itu (Hanoman) membesar hingga sebesar gunung, Sita yang bermata teratai itu berkata, "Benar, kau dengan mudah dapat membawaku pulang dari sini, tetapi aku harus memikirkan akibatnya. Kupikir tidaklah baik jika aku pergi denganmu. Bagaimana kalau karena kecepatanmu yang lebih cepat daripada angin aku ketakutan, kemudian terguling jatuh ke laut yang penuh ikan hiu atau rawa yang penuh buaya? Aku tidak bisa pergi denganmu. Akan terlalu berbahaya bagimu. Tentara raksasa pasti akan dikerahkan semua untuk menggempur kamu, dan saat kamu bertempur, apa yang akan terjadi denganku? Apa yang bisa kulakukan?

"Lagipula aku bersumpah setia pada suamiku, aku tak mau menyentuh lelaki lain selain suamiku. Pada waktu Rawana menculikku, aku terpaksa menyentuh dia, aku tak berdaya, aku tak punya pilihan. Lagipula, coba pikir, betapa agungnya kemenangan Rama jika ia sendiri datang ke mari, menyelamatkan aku dan membunuh Rawana. Dengan begitu maka kemenangannya akan sangat gilang gemilang.

"Kembalilah kepada Rama, dan katakan pesanku ini--aku tinggal punya waktu satu bulan, dan aku bersumpah ini adalah kenyataan. Selamatkan aku dari kekejaman Rawana, seperti Wisnu menyelamatkan Dewi Bumi Pertiwi dari cengkraman penguasa bawah bumi Pattala."
Dan perang lah Kerajaan Ayodya dengan Kerajaan Alengka~ gara-gara Sita gak mau dibawa pulang Hanoman dan maunya diselametin Rama seperti Wisnu menyelamatkan Dewi Bumi Pertiwi dari cengkraman penguasa bawah bumi Pattala dan ingin Rama menang gilang gemilang.

Lessons Learned

Di zaman Blackberry dan Twitter ini, hal-hal seperti patuhnya Rama pada Dasarata ketika disuruh tinggal di hutan salama 14 tahun, lalu Sita gak mau dibawa pulang Hanoman--padahal kalo mau langsung habis perkara dan gak perlu perang--karena janji gak mau disentuh laki-laki lain selain Rama, trus mau dibakar untuk diuji kesuciannya, adalah hal-hal yang ekstrem dan gak masuk akal. Tapi poin-poin yang disampaikan dari cerita itu sangatlah jelas:

1/ Anak harus patuh dan berbakti sama orang tuanya.
2/ Seorang istri harus setia sama suaminya dan suaminya juga harus menjaga dan berjuang untuk istrinya.
3/ Seorang wanita harus menjaga kehormatannya.
4/ Gak perlu serakah, karena harta dan tahta bukan segala-galanya.

Hal-hal itu sebenarnya sangat normatif yang orang juga udah bosen dengernya. Tapi kenyataannya emang terancam punah seiring berjalannya waktu. Karena sebagian besar umat manusia di dunia ini sudah compromised, dan dunia semakin abu-abu.

*

Kalau masih penasaran, temen-temen bisa baca buku Ramayana yang diterjemahkan (dari bahasa Sanskerta ke bahasa Inggris) oleh P. Lal. Terjemahan P. Lal ada juga terjemahan bahasa Indonesia-nya, yang nerjemahin Djokolelono. Itu adalah buku Ramayana yang paling tipis yang ada di toko buku, udah mencakup buku yang pertama sampai ketujuh. Terbitan Pustaka Jaya. Bukunya bagus! Ada executive summary dan glossary-nya.
Atau bisa juga baca di http://en.wikipedia.org/wiki/Ramayana dan http://id.wikipedia.org/wiki/Ramayana.

Monday, February 14, 2011

La Corda D'oro: Primo Passo

Saya juga gak tahu itu artinya apa, haha. Tapi yang jelas, judul kartun ini keren!--walau kadang saya heran sama orang Jepang kenapa suka bikin judul yang mereka sendiri gak bisa ngucapinnya. Mereka akan baca ini: ra koruda doro purimo passo.

Kartun ini bercerita tentang musik dan kecintaan pemusik sama instrumennya. Ceritanya, Seiso Academy (sebuah SMA) punya dua departemen: musik dan reguler. Hino Kahoko adalah murid tahun kedua departemen reguler yang terpilih untuk berkompetisi dalam pagelaran musik intrasekolah bersama dengan murid-murid dari departemen musik, padahal dia belom pernah main musik dan gak bisa main musik--tapi gak ada orang yang tahu itu.

Terpilihnya Hino ini menimbulkan banyak kontroversi. Murid-murid dari departemen musik merasa diperlakukan tidak adil, karena mereka lah yang mendedikasikan hidupnya pada musik tapi malah murid dari departemen reguler yang kepilih. Di sisi lain, terpilihnya Hino juga dianggap bagus karena mempersatukan departemen musik dan reguler yang selama ini seperti terpisah padahal mereka sama-sama bagian dari Seiso Academy.

Hino tiba-tiba kepilih karena dia bisa ngeliat Lili (yang disebutnya jadi Riri karena orang Jepang gak bisa ngomong L), peri kecil yang memberkati Seiso Academy sehingga musik bisa hidup di dalamnya. Lili memberi Hino biola ajaib yang bisa dimainkan oleh siapa saja. Dengan biola ajaib itulah Hino berkompetisi.

Karena peserta perempuannya cuma dua, Hino dan Fuyuumi, siswi tahun pertama yang masih bocah dan pemalu, jadilah Hino yang ditaksir oleh semua peserta pagelaran yang laki-laki, dengan romantisme mereka sendiri-sendiri yang bikin penonton yang sudah agak tua seperti saya cuma cengengesan aja liatnya. Ada banyak adegan corny antara Hino dengan karakter-karakter utama pria dalam kartun ini. Tipikal kartun Jepang, menggelikan tapi seru.

#eyaaa :D

Konflik utama dalam serial ini adalah ketika senar biola ajaib Hino pemberian Lili putus pada babak ketiga dan tidak bisa diperbaiki. Biola ajaib itu akan memberikan permainan yang indah kalau pemainnya tenang, damai, ikhlas. Biola ajaib itu tidak bisa endure feeling Hino yang ingin bermain lebih hebat dari Tsukimori dan memaksanya untuk bermain lebih keras saat itu. Masa-masa setelah senar biola Hino putus adalah masa depresi, yang disajikan secara apik oleh pembuatnya sampai penontonnya ikut merasa tidak berdaya dan "ini harus gimana...? Hino kan gak bisa main musik kalo pake biola biasa..."

Karena memang genre kartun ini adalah fantasy, banyak hal yang gak masuk akal. Ketidakmasukakalan yang cukup mengganggu, di antaranya:

1/ Warna rambut. Karakter yang warna rambutnya paling normal adalah Hino (merah) dan Shimizu (kuning). Lainnya ajaib semua: Tsukimori biru, Yunoki ungu, Fuyuumi, Hihara, dan Tsuchiura hijau. Gak cuma mereka yang warna rambutnya ajaib, tapi semua murid di Seiso Academy, dan semua karakter figuran lainnya. Masa orang-orang satu sekolah pada ngecat rambut semua? -.-a

2/ Di pagelaran musik itu, para pesertanya main alat musiknya beda-beda, kecuali Hino dan Tsukimori sama-sama main biola. Yunoki flute, Hihara trompet, Shimizu cello, Tsuchiura piano, dan Fuyumi klarinet. Gimana bisa diadu? -.-a Contoh gampangnya, sedewa apapun permainan flute bakal masih kalah dewa sama permainan piano karena flute range-nya cuma berapa oktaf, sedangkan piano tujuh oktaf, jadi bisa lebih dieksplorasi.

3/ Di pagelaran musik itu juga, lagunya dibebasin tanpa standar tertentu, dan itu bikin aneh. Hino misalnya, yang baru bisa main biola kemarin sore walaupun pake biola ajaib, milih lagunya yang lambat, simpel, gampang dimainin, enak didengar. Sementara Tsukimori, yang udah belajar main biola dari bayi, milih lagu yang skillful, yang bisa mengeksplor semua teknik main biolanya walaupun lagunya agak susah dinikmati. Kalo kayak gitu gimana nilainya? -.-a

4/ Lagu-lagu klasik yang dimainin di serial ini gak sedewa di Nodame Cantabile. Mungkin karena yang main piano cuma satu orang dan lagu-lagu kalo dimainin pake instrumen selain piano kedengarannya gak sedewa kalo dimainin pake piano. Kadang-kadang sempet mikir juga kalo murid yang kepilih buat ikut pagelaran (yang notabene udah yang paling jago di sekolahnya) aja permainannya cuma segitu, gimana yang gak ikut? Berarti Seiso Academy payah dong -.-a

Tapi, walau banyak adegan cheesy dan ada bloopers seperti yang disebutkan di atas, kartun ini itungannya tetap bagus, menghibur, sarat makna, dan asik buat dinikmati.

1/ Para penonton (termasuk saya sendiri) jadi tahu bentuknya berbagai macam alat musik. Yang saya jadi tahu dari kartun ini adalah bentuknya klarinet dan bedanya sama alat-alat musik tiup lain kayak flute, oboe, dll.

2/ Pengisi suara kartun ini suaranya bagus, enak didengar, gak cempreng kayak tipikal kartun Jepang yang suka teriak-teriak. Pronunciation-nya juga jelas banget karena ngomongnya pelan. Bagus banget buat latihan listening. Orang-orang yang pernah belajar basic japanese pasti ber-"Ooh"-"Ooh" mendengar yang pernah dipelajari dalam percakapan di kartun.

3/ Kartun ini bikin orang jadi pengen bisa main musik, terutama biola. Buat adek-adek kita yang masih muda belia, kartun ini meng-encourage untuk menyayangi instrumen yang dimainkannya, merawatnya dengan baik, dan memainkannya dengan sungguh-sungguh dan penuh perasaan agar dapat menciptakan bunyi yang indah.



Gambar dari Google

Saturday, February 5, 2011

The Superb 24 Hours

This is a story about the 24-hour non-stop adventure of--well--my tripod, my friends Clara, Tiwi, Koplak, and I going to the city of Semarang. Some of these pictures may be disturbing (disturbing = salah fokus, norak, alay, heboh, whatever you name it), but believe me, it was real fun! :D

Bukit Cinta, Banyu Biru

The plan was to catch the legendary sunrise at Rawa Pening Lake. My photo guru Wana already taught how to make a desired photo like his and I was so excited. Clara, Tiwi, Koplak, and I left at 3 in the morning and Koplak drove fast like a racer. But we got lost and we were too late. We missed the beautiful sunrise :(

Maybe next time.

Even if we arrived on time, we didn't think we could have the desired photograph. One, the sky was quite cloudy yesterday, so we couldn't have a clear shot at the sunrise.
Two, there was not any boatman around when we arrived. We didn't have the moment like one Wana had, so his tips were not practicable. These might sound like excuses, but actually I don't mean to be defensive. I'm just saying my guru was super lucky to be in the right place at the right time and catch the moment and have those photo! Envy -.-

The look of sorrow. It was sad missing the sunrise :(

Gloomy time only last couple minutes. We then set my tripod and warmed my camera up, and also ourselves. First, we take pictures with the lake on the background. Not feeling good about that, we moved to the park of pine trees and tested every possible poses. Since I was so small compared to Clara, Tiwi, and Koplak, we had some trouble with the composition =.= Finally, after dozens of attempts, we found the perfect photo formation. And that was when the imbecile began...

Until now, we haven't decided what a dragon head doing in a site called "Bukit Cinta".

Air Terjun Semirang

We did not plan to go to Air Terjun Semirang until we saw the road sign when Koplak was driving at 80km/h. We pulled over to discuss whether to visit the waterfall or not, considering we didn't bring any spare pants in case ones we wore got wet, et cetera et cetera. But, simply since none of us ever went there, we decided to go.

The fancy landmark was made by KKN-PPM UGM 2010 students.

The track to the waterfall was much more brutal than one to Kawah Domas, Gunung Tangkuban Perahu. Much steeper, slippier, and a bit dangerous. This is no place for our parents.

The brutal track

After a kilometer exhausting hike through muddy path in the forest, we finally arrived at the waterfall.

I told you some pictures may be disturbing, didn't I? :P

Klenteng Sam Poo Kong

My favorite picture :)

Since yesterday was the Lunar New Year's day, Sam Poo Kong was very very very crowded. Some people were doing their prayer, some more were watching the attraction on the stage and taking some pictures. We were lucky to have not-so-mobbed photograph. Clara wrote the stories about our visit to Sam Poo Kong. To see the Sam Poo Kong review, click here.

Gereja Blenduk

Gereja Blenduk

This Gereja Blenduk is a famous building in Semarang's old town. Like any other old town in any other city in Indonesia, the architecture of the buildings were (I think it was called) colonial. I like it a lot, I think it was classy and antique. And I wonder why architects in this millennium era had to design like--well, like buildings nowadays, while classic building was much more beautiful.

Lawang Sewu

I suppose we all already knew about Lawang Sewu. Well, Lawang Sewu is being renovated and going to be the office building of PT Kereta Api Indonesia again by the end of this February (if I'm not mistaken). Unlike the last time I visit Lawang Sewu in 2009, some parts of the building looked shinier and more beautiful because it was cleaned and repainted, like the corridor on the right photo below.


Left: A la boyband. Right: A la Y.
God bless whoever invented the tripod!

The Culinary

We did not eat any of traditional food of Semarang like Lunpia, Tahu Gimbal, Bandeng Presto, Wingko Babat, etc. But we did eat at the best of its kind in town, except for breakfast of course. (We kinda had breakfast at a food stall at the waterfall. It was a bowl of instant noodle with egg which was cooked in a way that you don't wanna know :s)

For lunch, we ate at Tiwi's boyfriend's restaurant, Ayam Bakar Artomoro. It was spicy, juicy, and delicious, and I really like the smell. A kinda taste that I want to re-experience. (No picture of the meal nor the place because we were too tired and hungry then.)

After visiting the Gereja Blenduk, we had ice cream for afternoon snack at Toko Oen. Toko Oen is a classic restaurant, well-known for its Tutti Frutti ice cream. Koplak and his father and I ordered the Tutti Frutti. Clara and Tiwi ordered a Poffertjes Ice Cream.

Toko Oen

Left: Tutti Frutti. Right: Poffertjes Ice Cream

Left to right: Koplak, Koplak's father, Clara, Tiwi. Me behind the camera :D

The dinner, well, it was a long story. We spent the whole magrib time discussing where to have dinner with Koplak's mother and father at Koplak's new house in Semarang. We agreed to have tengkleng for dinner, but the place turned out to be closed every Thursday. We then moved to a nasi goreng babat but it was closed too T.T We finally eat at Sate & Gule Kambing "29", right in front of the Gereja Blenduk.

Thanks to Koplak and his father and mother. We wouldn't even have the chance to experience the best restaurant in Semarang if it wasn't for them :)

Click here to see more photos :D

Tuesday, February 1, 2011

Daddy's Little Girl

A father sent his daughter an email saying, “I found some old pictures of you” with some photos of the daughter’s babyhood. The daughter downloaded all of the photos and replied the email, “You’re looking at old photos mom copied to your laptop yesterday, aren’t you? -.-". “Yes :),” answered the father with a smiling emoticon, as if he was happy and nostalgic.



The father then change his messenger avatar with a photo he just sent to his daughter.

The daughter felt like an ice breaking at her face, realizing she was already 21 and going to graduate from university soon, do the job hunting after that, and get married. It must be tough for her father, raising her, give her food, education, nice clothes and cool gadgets, making her what she had become. And after all of those hard work, he just had to let her spend the rest of her life with some other guy.

The father then sent another email saying, “Another old pictures of you”.



Next minute, the daughter found herself cheeks red and eyes tearing from the chill.