Thursday, June 16, 2011

Maaf

Menurut saya, saat paling menyedihkan selama jadi anak kos adalah pas lagi sakit. Rasanya pengen pulang ke rumah atau dirawat di rumah sakit aja, biar gak bingung tiga kali sehari nanti makan apa sama siapa di mana, minum obat yang mana sebelum/sesudah makan.

Kalo di rumah kan enak mau makan tinggal ke meja makan pasti ada makanan, trus mandinya bisa pake air panas. Kalo di rumah sakit diinfus jadi cepet sembuh. Makan sama obatnya juga udah diladenin, jadi ga pusing.

Apalagi kalo jomblo dan temen2nya udah berpacar semua. Ke dokter nyetir sendiri, nunggu giliran duduk sendiri, bayar bayar sendiri, mau ketawa aja harus ditahan biar ga diliatin ketawa-ketawa sendiri.

Ps. Saya baru dari dokter dan disuntik loh. Trus abis disuntik pandangan saya kabur, mata ga bisa fokus, ga bisa baca tulisan. Seru banget, belum pernah selama 21 tahun ga bisa ngeliat kayak begitu.

Paringi kuat Gusti.

Friday, June 10, 2011

Surat Untuk Anak Band

Dos and Don'ts If You, Anak Band, Want to Have Some Good Pictures


1/ Gaya.


Anak band harus bergaya. Mulai dari busana, model rambut, sampai tata rias, semuanya harus mantap dan disesuaikan dengan genre musik dan pencitraan yang ingin diciptakan di benak para penonton. Semakin nyeleneh penampilan sebuah band, akan semakin berkesan di hati penonton, dan semakin bagus difotonya.

Contoh yang menurut saya bagus untuk genre musik dan segmen pasar masing2 adalah The Changcuters dan Kuburan Band. Lihatlah betapa niatnya mereka berpenampilan. The Changcuters selalu pakai seragam di setiap aksi panggung dan video clipnya, menata rambutnya dengan luar biasa, sampai akhirnya tertanam di otak kita ciri khasnya. Kuburan Band, gak perlu kita ragukan lagi. Dari segi penampilan mereka sangat joss, niat dan ekstrem banget.

Ini foto Jogja Hiphop Foundation. (Saya belum punya fotonya Changcuters ataupun Kuburan Band, ampun.) Mereka berseragam dan seragamnya terkonsep: sebagai musisi hiphop mereka berpakaian a la hiphop, dan untuk menunjukkan mereka orang Indonesia mereka pakai batik. Semua orang yang lihat mereka di panggung akan langsung tahu mereka adalah musisi hip hop dari Indonesia.

Anak band gak boleh berpakaian alakadarnya karena itu akan sangat terlihat "biasa". Di panggung, anything ordinary is never good. Kalopun "cuma" kemeja, kemejanya harus bagus betul, atau ngejreng betul, atau jelek betul sekalian. Kuncinya adalah harus ekstrem dan terkonsep, biar karakternya kuat.

2/ Ekspresi.

Di atas panggung, anak band harus banget berekspresi. Mulai dari facial expression sampai gesture. Semakin heboh ekspresi anak band di atas panggung, akan semakin senang orang ngeliatnya dan semakin bagus difotonya.

Band-band yang personelnya punya kecenderungan untuk diem aja di belakang stand mic karena harus main gitar/bas/drum/kibor sambil nyanyi, kayak Sum 41 dan Endank Soekamti, harus punya facial expression yang super signifikan. Karena cuma ekspresi wajah lah yang bisa dimaksimalkan. Mereka gak bisa goyang-goyang badan, loncat-loncat, atau berlarian kesana-kemari--kecuali kalo mereka pakai mic model presenter dahSyat yang memungkinkan mereka untuk bebas bergerak.

Endank Soekamti

Haram banget hukumnya anak band cuma berdiri mematung dengan ekspresi wajah datar. Karena itu bloody boring... sebagus apapun musik yang dimainin band itu sebenarnya.

3/ Sadar lampu dan sadar kamera.

Sebisa mungkin para anak band berdiri di tempat yang kena lampu. Biar apa? Ya biar bisa diliat penonton, dan bisa difoto. Memang, ada beberapa panggung yang kejam, dimana spot-spot tertentu gak kena lampu sama sekali dan biasanya drummer yang jadi korban. Tapi panggung pada umumnya enggak begitu kok, apalagi panggung yang lumayan besar.

Dan anak band kalau mau punya foto yang bagus haruslah sadar kamera. Carilah dimana para fotografer itu berada, dan pas mereka mendekat, bergayalah sepol-polnya.

Gaya pol.

Jangan malas bergaya karena gak kenal sama fotografernya. Fotografer panggung itu gampang dicari. Kemungkinannya cuma tiga: kalau bukan fotografer media, mereka fotografer EOnya, atau fotografer ofisial salah satu band yang manggung di acara itu. Kalo udah diajak kenalan trus berteman, fotografer pasti mau kok ngasih fotonya ke anak band yang bersangkutan. Tapi ingat, sebisa mungkin jangan (sampe ketahuan) make-make foto tanpa ijin, karena kalo fotografer lagi iseng, bisa aja copyright itu dipermasalahkan.

Kadang-kadang anak band males dan sedih juga beraksi di panggung kalo penontonnya krik-krik, gak antusias. Tapi ga perlu takut untuk berekspresi, karena seheboh apapun anak band di atas panggung ketika sekrik-krik apapun penontonnya, gak bakalan anak band dikatain freak atau sok asik. Ini panggung man!

Kalau anak band tampil menarik, bukan cuma fotografernya yang senang karena punya foto bagus, tapi juga anak band itu sendiri karena punya foto bagus. Percayalah!

Saturday, June 4, 2011

Oh Panggung - Bagian I

Sheila on 7
Ada teman yang bilang, wajar kalau fotografer perempuan--kali ini: saya--suka foto panggung. Pasalnya, orang-orang di atas panggung itu kebanyakan laki-laki, dan biasanya ganteng. Sama kayak kenapa banyak fotografer laki-laki suka foto model.

Well, yang teman saya bilang itu gak salah, tapi gak sepenuhnya bener juga. Pertama, foto panggung jelas bukanlah foto model berlatar panggung. Dan kedua, yang difoto di panggung itu performers (musisi, penari, pemain teater, dll), bukan model yang bisa kita atur baju dan gayanya. Jadi gak bisa dianalogikan, apalagi disamaratakan, terutama mengingat betapa bedanya besar perjuangan yang harus dilakukan buat moto panggung dan moto model.

Kalau ditanya kenapa saya suka foto panggung, saya akan jawab karena saya senang moto panggung :D

Buat saya, foto panggung, terutama panggung musik, adalah implementasi komprehensif hobi musik dan fotografi. Sadis kan bahasanya, haha. Tapi ini beneran. Mungkin saya udah ga bisa lagi jadi anak band kayak jaman SMA, berdiri di atas panggung main gitar bawain lagu-lagunya Arctic Monkeys dan Franz Ferdinand. Tapi dengan jadi fotografer panggung, saya tetap bisa berkarya di panggung yang sama dengan anak-anak band, naik-naik panggung juga, tapi kali ini bawa kamera, moto.

Percayalah, saya tidak selabil yang teman-teman bayangkan karena (keliatannya kayak) suka gonta-ganti hobi tiap berapa bulan sekali. Saya memang masih mencari jati diri--eaaa--tapi ini bukan hobi baru. Saya sudah suka musik sejak dalam kandungan (lebai abis), dan sudah moto panggung sejak kelas 2 SMP (walaupun fotonya masih abal).

Mungkin ini terdengar agak childish, seperti saya gak ingin tumbuh dewasa. Karena normanya gak seharusnya mahasiswi akuntansi berusia 21 tahun yang sedang menunggu jadwal sidang skripsi dan ujian kompre mikirin panggung yang sering diidentikkan dengan "hura-hura". Tapi ini passion, kayak temen-temen yang suka desain, nulis, dan traveling. Gak salah kan?