Thursday, September 29, 2011

thankyou.

Sampaikan terimakasihku pada wanitamu, karena telah menunjukkan kepadaku jalan keluar dari hatimu.

Dan siapapun yang ada di balik kamera saat itu.

Thursday, September 22, 2011

Samsat Drive Thru yang Super Gaul

Foto dicopy dari sini
Samsat Drive Thru di Kantor Bersama Samsat Jakarta Selatan ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2009, tepatnya sejak 25 September (kata gugel). Tapi karena STNK saya jatuh temponya 19 September, pas harus perpanjang tahun 2009 Samsat Drive Thru-nya belum jadi. Tahun 2010, pas saya memperpanjang STNK lagi, sebenarnya saya sudah bisa mencoba fasilitas gaul Polda Metro ini. (perlu diketahui memperpanjang STNK dengan membayar pajak tahunan kendaraan bermotor itu dilakukan setiap tahun setahun sekali yah #kode) Tapi Samsat Drive Thru entah mengapa belum memberikan saya keyakinan yang memadai untuk bertransaksi di sana.

Bagaimana bisa proses perpanjangan STNK yang merepotkan dan biasanya makan waktu sekitar satu jam, di mana kita harus bolak-balik kesana-kemari dari loket yang satu ke loket yang lain, mengantri dan berdesakan di booth fhoto copy (seriously, tulisannya begitu di sana) buat motokopi berkas-berkas, tiba-tiba bisa jadi DRIVE THRU yang praktis dan cepat? Cuma ngasih liat KTP asli, STNK asli, dan BPKB asli ke pak polisi di jendela pertama, terus disuruh bayar pajaknya di jendela dua dan STNK-nya langsung jadi. Kayaknya agak mitos.

Akhirnya, karena berbagai keoonan dan kekepepetan yang panjang deh ceritanya, perpanjangan STNK Momo tahun 2011 ini terpaksa saya coba lakukan di Samsat Drive Thru yang katanya gak sampe lima menit itu. Dan ternyata benar! Sepraktis dan secepat itu, gak sampe lima menit!!! LUARRR BIASA. Kegiatan memperpanjang STNK yang biasanya menyebalkan dan sangat membosankan, lewat Samsat Drive Thru jadi exciting dan membahagiakan! :D

Ps. Sampai post ini ditulis, sayangnya hanya kendaraan bermotor yang sudah dibaliknama sadja yang bisa bayar pajaknya lewat Samsat Drive Thru. Kalau masih ngredit belum bisa.

Tuesday, September 20, 2011

Menonton Bola di Stadion Utama

Gelora Bung Karno hanya berjarak lima menit dari rumah saya—kalau lancar dan naik mobil. Kalau macet, saya biasanya naik sepeda genjot atau sepeda motor, kira-kira jadi sepuluh atau lima belas menit. Waktu SD, saya malah hampir setiap minggu jalan kaki ke Senayan bersama teman-teman untuk berbelanja—dulu ada pasar kaget seperi Sunday Morning di UGM di ring Stadion Utama setiap hari Minggu pagi. Dan yang paling gaul adalah waktu SMA, sekolah saya tes atletik buat pelajaran olah raganya di Stadion Utama.

Sayangnya, "kedekatan" saya dengan Gelora Bung Karno selama ini hanya sebatas itu. Datang ke sana untuk berbelanja atau berolah raga, gak pernah datang untuk jadi supporter. Ironis, orang-orang bela-belain datang dari jauh, dari seluruh penjuru kota Jakarta dan luar kota dan bahkan dari luar negeri untuk menyemangati timnas Indonesia di Stadion Utama, saya yang rumahnya deket kesandung nyampe malah belum pernah nontonin Mas Bambang cs langsung di sana.

Tapi dua minggu yang lalu itu semua berubah :> Untuk pertama kalinya selama 21 tahun saya menonton pertandingan sepak bola di Stadion Utama \(^o^)/

Kita nonton bareng Om Duta dan famili loh :D Tengkiu buat temen (atau kakak) Ode udah motoin :)



Walaupun pertandingan Indonesia vs Bahrain kemarin tidak berakhir menyenangkan, saya tetap belajar banyak hal. Pertama, saya jadi tahu Stadion Utama bagian selain lapangannya kayak apa. Tempat duduk di tribun stadion itu kotor parah, gak pernah dibersihin kayaknya. Tangga menuju tribun juga kondisinya sangat mengenaskan: keramiknya udah pecah-pecah, lampunya banyak yang mati jadi gelap gulita, debunya juga tebel banget kayak gak pernah disapu sejak tahun 60an. Kalo mau dideskripsikan pakai satu kata, saya akan pakai kata: angker. Stadion Maguwoharjo di Jogja kayaknya lebih terawat :| Prihatin liatnya, Stadion Utama Gelora Bung Karno, stadion terbesar di Indonesia, yang dipake buat event-event internasional, masa kayak gitu…? :(

Kedua, gara-gara teman-teman saya marah-marah mulu sepanjang pertandingan karena menurut mereka timnas kita mainnya gak becus, saya jadi sering nonton Barca TV, sebuah channel yang menayangkan rekaman-rekaman pertandingan klub Barcelona dari masa ke masa (yang Barca-nya menang, ya iya lah). Saya jadi mulai ngerti gimana permainan sepak bola yang bagus dan seru, dan mulai paham kenapa teman-teman saya yang laki-laki geregetan banget pas nonton dua minggu yang lalu, ckckck.

Ketiga, suasana live di stadion itu tiada duanya. Walaupun gak bisa direplay kalo ada yang kelewatan dan gak bisa ngeliat muka pemainnya dengan jelas kayak di tivi, nonton langsung di stadion itu serunya bukan maiiinnn. Bisa teriak-teriak, tiup-tiup terompet, tepok-tepok tangan, nyanyi-nyanyi, dan yang paling seru adalah ikutan bikin ombak :D Gak bisaaa di rumah kayak begitu hahahaha. Seneng deh pokoknya nonton bola di stadion.

Difotoin Ibu Auditor Clara
Saya akui saya memang katrok dan nggak gaul. Mungkin karena saya penakut, atau orang tua saya penakut(?). Saya tidak boleh jajan karena takut dikasih narkoba, tidak boleh pulang malam karena takut diculik, tidak boleh nonton konser festival karena tragedi konser Sheila on 7 di Bandar Lampung, tidak boleh ikut demo karena tragedi Semanggi, termasuk tidak boleh nonton bola karena tragedi Bonek dan Jakmania, dan masih banyak lagi tidak boleh-tidak boleh lainnya. Sampai akhirnya saya merantau ke Jogja dan kembali pulang, saya berhasil membuktikan bahwa semua ketakutan-ketakutan (orang tua saya) itu berlebihan.

Oh iya, kalo mau baca cerita yang lebih lengkap gaul banget tentang nonton bola di Stadion Utama, nih ada post nya Ibu Auditor Clara silakan klik di sini :D

Ps. Tanggal 21 September besok kan ada konser Linkin park yah di Stadion Utama, gila yah itu orang bayar jutaan rupiah tapi nontonnya bakal duduk di kursi stadion yang jelek, usang, dan berdebu itu loh hiii. Mudah-mudahan Big Daddy sang promotor menyiapkan venue-nya yang bener yah, biar orang-orang kayak itu gak sakit hati karena merasa diperlakukan dengan tidak layak.

Wednesday, September 14, 2011

Friday, September 9, 2011

Memories of Yogyakarta ♥

Selamat datang di Yogyakarta,
si Kota Pelajar yang penuh derita dan romansa.
House of Iron Horse

Azka dan Kiky, sahabat kental pertama di perantauan.


Intan dan Vani, yang pintar dan baik hati.




Griya Fahmawati, saksi bisu om galau dan kakak bahagia.
Ira, Sasa, Mas Hadi, Dias, Mba Wati, Clara, Mba Yoan.



Soragan Castle, 2 November 2009. 20 tahun.
Yudi, Mba Yoan, Sasa, Ira, Hadi Mulya, Clara.



Parangdog, 2 November 2010.
Behind the Clouds

Konser Ultah Sheila on 7.
Clara, Sasa, kimcil yang sadar kamera.



The Power Rangers.
Angga, Debie, Citra, Sasa, Clara, Bastanta, Faiz, Tiwi, Eko, Aci.



Sebuah Kisah Klasik.
Sasa dan Wana.

Saturday, September 3, 2011

Backstage

2 November 21 tahun yang lalu, saya terlahir di pagi hari tanpa nama sampai malamnya di TVRI bersiar pengajian membacakan surat An-Nisa. Akhirnya saya pun diberi nama: Annisa. Tanpa embel-embel. Gak pake aja, gak pake thok, gak pake doang. Simpel, atau terlalu gak kreatif?

Ibu saya tidak seperti ibu-ibu kebanyakan yang rajin memasak dan suka berdandan. Waktu muda, sampai sekarang juga sih, ibu saya adalah ibu-ibu tomboi petualang yang nyeni dan perfeksionis. Beliau suka mencoba hal baru dan pintar sekali mendesain dan mendekor rumah. Beruntung gen itu mengalir dalam darah saya, walau tidak se-pemberani ibu, saya jadi lumayan bisa foto. Continue reading...