Sunday, August 14, 2011

JRL 2011 - Bersenang-senang Kemudian

The Changcuters

Kalau kata pepatah, there's always a first time for everything. Di JRL 2011, saya ngalamin banyak first time yang seru banget dan sangat berharga. Salah duanya adalah ini.

1/ Untuk pertama kalinya bertugas nulis dan tulisannya diedit orang.

Blog saya memang mati suri hampir dua bulan lamanya, tepatnya sejak sebelum saya ujian skripsi dan kompre. Tapi blog saya mati bukan berarti saya berhenti nulis lho. Sebelum ngeliput JRL, saya sempat ngeliput sebuah pagelaran orkestra. Di pagelaran orkestra itu, saya terbang solo untuk pertama kalinya: moto dan nulis, dan itulah pertama kalinya saya nulis liputan *koprol*. Tulisan (pertama) saya ini bebas merdeka, gak pake diedit abang-abang. Senang. Ini linknya.

Nah, karena partner liputan JRL saya adalah Kak Rio yang fotografer profesional, Kak Rio lah yang bertugas moto dan akibatnya, saya yang bertugas nulis. Akhirnya, setelah bertapa berjam-jam dan dikejar-kejar deadline, jadilah lima liputan ini:

Sheila on 7, hari pertama di Simpati Stage jam 19:15
30 Seconds to Mars, hari pertama di GG InterMusic Stage jam 00:45

Godbless, hari kedua di GG InterMusic Stage jam 18:00
The Cranberries, hari kedua di GG InterMusic Stage jam 23:00
Helloween, hari ketiga di GG InterMusic Stage jam 21:45


It's not much, but it's a start ^.^v Dari 5 tulisan itu, 4 diedit. Yang paling parah editannya adalah Sheila on 7. Itu kayak bukan tulisan saya!!! T.T Dan 1 yang gak diedit sama sekali: Cranberries.

Tulisan diedit orang itu rasanya antara senang dan sedih~ senang karena biasanya tulisannya jadi lebih bagus, tapi sedih karena kadang-kadang jadi "nggak-gue-banget" gitu. Trus kalo temen-temen gak suka judulnya jangan protes ya, judulnya bukan saya yang bikin soalnya... saya belom bisa bikin judul macam itu hahaha.

2/ Untuk pertama kalinya nonton festival rock internasional.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya gila juga: orang-orang yang masuk JRL niket itu bayar rata-rata 300ribuan loh. Artinya, mereka adalah orang-orang yang relatif kaya--atau minimal orang tua mereka kaya. Tapi mau kaya kayak apa juga, when it comes to festivals, tetep aja mereka berdesak-desakan, jotos sana-sini, dan bercucuran keringat. Mbak-mbak cantik yang pakai hot pants dan atasan you-can-see harus rela kulit halusnya bersenggolan dengan kulit orang lain yang plicket. Rambut mereka yang panjang nan indah bak bintang iklan sampo pun jadi berantakan dan mencuat sana-sini. Jadi semacam kayak di hadapan Tuhan, di hadapan panggung festival semua orang juga sama--mulai dari yang jutawan yang masuknya niket 300ribuan per hari sampai yang wartawan yang masuknya gratis pakai ID "PRESS"--semuanya jadi jelek! Hahaha~


Sebelum JRL, saya gak pernah mau tuh nonton konser yang harga tiketnya ratusan ribu apalagi jutaan kalau bayar sendiri. Saya pikir gak worth. Tapi setelah ngerasain JRL, I take back what I just said. Menurut saya, buat semua orang yang suka musik, atau artisnya, atau bahkan hingar bingarnya, main ke JRL itu adalah vacation--sama kayak orang yang seneng traveling mengisi liburannya dengan jalan-jalan. Sama-sama mikirin budget (nabung dulu buat beli tiket JRL = nabung buat beli tiket pesawat/kereta/bis/kapal etc.). Sama-sama bikin itinerary (bikin jadwal mau nonton siapa di panggung apa jam berapa = mau datengin tempat apa kapan). Dan pastinya sama-sama bikin kaki gempor (tapi kayaknya JRL lebih bikin kaki gempor sih).

Tapi namanya juga vacation yah, meski melelahkan JRL sangatlah menyenangkan! Sebuah pengalaman yang bisa diceritakan minimal jadi tiga post di blog ini. Yang ngangenin, bikin kebayang-bayang dan ketagihan--an experience you wouldn't fine anywhere else!

Saya sempet mikir pengen nabung duit dari sekarang biar bisa ke JRL tahun depan niket, atau jadi volunteer apa gitu, mengingat betapa capeknya ngeliput. Tapi setelah pikir-pikir lagi, niket atau jadi volunteer juga kayaknya capek kalo dateng tiga hari, so... instead of saving money, saya kayaknya mau nabung ilmu aja biar bisa bikin liputan JRL 2012 yang jauh lebih baik dari tahun ini :)

Ps. SAYA SENENG BANGET LHOOO PUNYA FOTONYA CHANGCUTERS HIHIHI

Thursday, August 11, 2011

JRL 2011 - Bersakit-sakit Dahulu

The Changcuters

Java Rockin' Land adalah festival rock terbesar se-Asia Tenggara yang cuma terjadi satu tahun sekali. Jadi ngeliputnya pun no funny business. Kayak ngaudit, kita harus bikin preliminary strategies termasuk understanding bisnis klien dan risk assessment. (Cih!) Dalam hal ini adalah 15 musisi mancanegara dan 104 band Indonesia di 10 panggung selama 3 hari di venue seluas berhektar-hektar~ pertama-tama kita harus milih mau ngeliput apa aja.

Idealnya, satu media nugasin sepasang fotografer dan reporter di setiap panggung (tapi emang gak efisien banget sih hahaha) atau minimal sebanyak penampilan yang pengen diliput tapi waktunya bentrok. Contohnya gini: di JRL hari pertama, The Changcuters, Naif, sama Loudness (band gaul asal Jepang) mainnya barengan di tiga panggung berbeda. Berarti, si media harus menerjunkan minimal tiga pasang fotografer dan reporter biar tiga yang band penting yang mainnya barengan itu bisa diliput semua.


Potongan jadwal JRL kemarin.

Masalahnya, karena berbagai keterbatasan, media gak bisa menerjunkan duet maut fotografer dan reporter sebanyak itu, jadi kita harus memilih siapa yang mau diliput. Dan milih mau ngeliput siapa juga gak cuma milih diantara beberapa band yang mainnya bareng itu, tapi juga harus mempertimbangkan siapa yang main sebelum atau sesudahnya, dan worth apa enggak mereka buat diliput.

Contohnya masih sama: Changcuters - Naif - Loudness. Waktu itu, buat saya dan Kak Rio Loudness worth the least--berarti tinggal Naif dan Changcuters. Trus kita liat dong siapa yang main abis mereka: 30 Seconds to Mars--mereka lagi hip banget beberapa bulan terakhir dan penting banget buat diliput melebihi siapapun. Jadwal abisnya Changcuters itu mepet sama jadwal mulainya 30 STM, dan Naif bahkan belum selesai pas abang Jared mulai main. Dan semua orang, siapapun artisnya, pasti udah siap-siap di depan panggung dari beberapa waktu sebelumnya biar dapet depan--pas 30 STM kemarin orang-orang udah pada ngetem dari jam 23, padahal jadwal manggungnya jam 00:45. Artinya, kalau mau dapet depan juga, saya dan Kak Rio harus ngetem juga... Artinya juga, gak bisa nonton--eh, ngeliput--Changcuters sama Naif :((

Pusing? You bet. Tapi akhirnya saya dan Kak Rio kemarin tetap menyambangi Tebs Stage kok buat liat Changcuters. Gak ngeliput, cuma moto doang--makanya ada fotonya Changcuters yeaaay :* Kesian sebenernya sama musisi besar yang main sebelum musisi raksasa kayak Changcuters dan Naif yang main sebelum 30 STM. Jadi gak ada yang nonton :( Makanya bisa moto tuh saya soalnya lowong banget tempatnya T.T

Nah, kalau udah milih mau ngeliput siapa aja, kita harus mempelajari musisi yang mau diliput itu--sesuatu yang kurang saya lakukan kemarin. Mulai dari sejarahnya, udah punya berapa album, lagu yang ngetop apa aja, dan biasain kuping dengerin lagu-lagunya. Ini gunanya buat pronoun pas ngemeng di laporannya. Kalau tugasnya moto ya bisa browsing-browsing video aksi bandnya dan foto-foto panggung mereka terdahulu, buat tau karakter mereka kayak apa. Ini penting buat ngatur strategi motonya. Kayak misalnya Changcuters, mereka kan hiperaktif gitu, lebih pecicilan dari Sheila on 7 (misal). Jadi kalo ngefreeze, berarti shutternya harus dicepetin, lebih cepet dari kalo moto Sheila on 7, bla bla bla.

Balada Foto JRL - Sebuah Curahan Hati

Moto JRL itu s u s a h T.T setidaknya buat saya. Bukannya ngeluh ya, tapi ini adalah bagian dari risk assessment, atau cost-benefit analysis. (Sombong mentang-mentang udah sarjana bahasanya tinggi.) Kebanyakan panggung JRL pitnya gak bisa diakses media, kalaupun bisa paling cuma dikasih berapa lagu. Contohnya pas Cranberries, media boleh tuh masuk ke pit, tapi cuma dua lagu pertama trus abis itu terpaksalah sang fotografer menonton dari ujung paling belakang soalnya depan-depan udah rapet banget dipadati gerombolan ABG dan hot mama.


Waktu itu saya dan Kak Rio mikir, pilih mana: masuk media pit = moto dengan sejahtera tapi cuma dua lagu pertama trus nonton the rest of the show dari paling belakang; atau gak masuk media pit = ngetem di depan panggung dari satu jam sebelumnya, berdiri di depan sepanjang pertunjukan, dan bisa moto juga tapi motonya gak sejahtera? Akhirnya kami memilih yang kedua, dan moto Mbak Dolores dari kerumunan penonton--well, yang moto Kak Rio sih bukan saya hehe.
  

Beruntung bukan saya yang bertugas moto, karena jujur saja saya adalah jago kandang, literally -_- gak ada media pit = gak berdaya. Saya ini kecil dan menggemaskan, titisan the hobbit generasi kedelapan. Dengan eye-level lebih rendah dari 1.5m, saya gak bisa moto apa-apa begitu ada orang berdiri di depan saya. Mau ngidupin LCD trus kameranya diangkat setinggi-tingginya dan moto dengan gaya moto pake kamera poket juga masih ketutupan kepala orang depannya. Sedih memang, pengen nangis kadang-kadang. Tapi takdir ini Allah juga yang ngasih, pasti ada hikmahnya :')

JRL sebenarnya agak membangkitkan memori masa-masa kelam dalam sejarah perfotopanggungan saya. Gak bisa masuk pit = berdiri di lautan massa. Rasanya kayak deja vu. Saya jadi inget jamannya (berusaha) moto acara Outloud di Stadion Mandala Krida ditemenin Clara... Jamannya (berusaha) moto The Virgin dan J-Rock di Stadion Kridosono sendirian... Boro-boro mau moto, ngeluarin kamera dari tasnya aja gak bisa gara2 kegencet kimcil-kimcil J-Rockstar. Sekalinya bisa ngeluarin kamera dan mulai ngeker, langsung kealangan kepala atau punggung orang depannya T.T

Bisa moto pun, saya males moto. Saya gak mau galau foto lagi kayak cerita Gomenasai, Carlos.... Ini JRL pertama saya. Saya pengen nikmatin dengan bebas pake mata, tanpa penjara lobang kecil viewfinder dan dengan pentara lensa dan bodi kamera yang berat itu. Mungkin JRL tahun depan atau tahun depannya lagi, saya mau moto :D

Venue JRL - Pantai Carnaval Ancol, Jakarta

Last but not least, baik ngeliput maupun niket, atau jadi volunteer atau apapun, kita harus banget melenggang ke JRL dengan kondisi kaki yang prima. Soalnya venue JRL itu GEDE BANGET. Mungkin kalo diitung jarak tempuh kaki jalan-jalan dari panggung ke panggung selama tiga hari, ada kali berkilo-kilo meter. Kalo kemarin saya hari pertama masih joss banget, semangat '45. Hari kedua dan ketiga kebanyakan duduknya hahaha.

Maaf ya kalo di post ini kesannya JRL penuh penderitaan, ribet, dan gak enak banget. Cocok kan sama judulnya: "Bersakit-sakit Dahulu" hahaha. Tenang aja abis post ini ada post "Bersenang-senang kemudian" kok :D

Saturday, August 6, 2011

JRL 2011 - Riwayatmu Dulu

Pada suatu hari, seorang teman di Jakarta mengirim pesan kepada saya melalui BlackBerry Messenger. Suatu hari itu adalah awal Juni, ketika saya masih menetap di Jogja, sedang giat-giatnya belajar buat ujian skripsi dan kompre. Dan teman itu adalah Kak Rio, seorang fotografer profesional yang saya kenal pas OTBA. Di BBM-nya itu, Kak Rio mengajak saya ngeliput Java Rockin' Land 2011. Saya senang luarrrrrr biasa, sebelum beberapa detik kemudian saya galauuu (¯―¯٥)

JRL adalah tanggal 22, 23, dan 24 Juli. Saya memang belum punya rencana apa-apa dan kalau berdasarkan agenda saja saya bisa langsung mengiyakan. Masalahnya adalah: bulan Juni itu saya ujian skripsi dan kompre, yang subsequent events-nya menentukan kemaslahatan di bulan berikutnya. Kalau tidak lulus: saya harus ujian lagi di bulan Juli buat ngejar wisuda Agustus--dan mungkin saja ujian ulangan itu jatuh pada tanggal 22. Kalau lulus: mungkin saja rumor wisuda dimajuin jadi bulan Juli itu jadi nyata dan saya harus wisuda bulan Juli--yang juga belum pasti tanggalnya. Sebuah dilema tingkat akut.


Saya harus memutuskan dalam tempo satu jam. Sebab, pendaftaran media non partner akan segera ditutup dan
indonesiantunes--media dimana Kak Rio bergabung untuk menyalurkan hobi musiknya--belum ngumpulin nama reporternya yang ngeliput JRL. Akhirnya, setelah semedi dan berdiskusi sama ibu dan teman-teman, saya ngeemail Kak Rio scan-an KTP dan foto buat dikumpulin ke panitia JRL dan dibikinin free passnya--it's a yes.

Sejak itu, saya belajar semakin keras, berdoa semakin ganas (apasih), biar bisa lulus jadi sarjana sekali ujian saja, biar wisuda tetep Agustus gak dimajuin jadi Juli, biar semua acara perwisudaan dan perJRLan berjalan ideal sesuai rencana. Sampai akhirnya tibalah tanggal 22 Juni... yang kemudian menjadi hari saya melepaskan status mahasiswa dan secara resmi berkontribusi pada angka pengangguran negara.


Alhamdulillah Annisa, S.E.

Bersambung...